Nasional

PJJ Makan Korban, Siswa SMA Tidak Naik Kelas

Channel9.id – Jakarta. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendapatkan laporan dari orang tua murid di SMA Negeri 2 Nganjuk, Jawa Timur.

Laporan itu datang dari Ibu NS. NS memiliki anak yang berinisial RVR, duduk di kelas X SMA Negeri 2 Nganjuk, Jawa Timur. NS mengadukan terkait anaknya yang tak naik kelas akibat proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan secara diskriminatif oleh oknum guru dan kepala sekolah.

Dalam hal ini, RVR yang duduk di kelas X IPS mendapatkan perlakukan diskriminatif dari oknum guru dan kepala sekolah. RVR tidak diberikan Ujian PAT (Penilaian Akhir Tahun) susulan oleh gurunya. Alhasil, siswa malang tersebut memeroleh nilai 0 (kosong) untuk nilai PAT di 5 mata pelajaran. Akibatnya nilai akhir siswa di dalam Rapor tidak mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum), sebagai prasyarat naik kelas.

Adapun 5 mata pelajaran tersebut adalah: Pendidikan Agama; Pendidikan Jasmani; Seni Budaya; Sejarah Indonesia; dan Informatika.

Menurut keterangan, RVR tidak bisa mengikuti Ujian PAT kenaikan kelas sesuai dengan jadwal yang telah diatur pihak sekolah, karena persoalan laptop yang rusak.

Ujian PAT dilaksanakan secara online (daring), sebab pembelajaran di SMA N 2 Nganjuk dilakukan secara online (PJJ daring) selama pandemi covid-19.

Namun, ketika RVR meminta ujian susulan kepada guru, maka guru tersebut tidak memberikan PAT susulan. Alasan lain adalah oknum guru menyatakan bahwa guru tak memberikan PAT susulan atas perintah Kepala Sekolah.

Padahal menurut PP No 74/2008 dan PP No. 19/2017 tentang Guru, ditambah Permendikbud tentang Standar Penilaian No 23 Tahun 2016, yang berhak dan berwenang memberikan penilaian kepada peserta didik adalah guru bukan kepala sekolah.

Bahkan ketika orang tua siswa mendatangi sekolah meminta PAT susulan bagi anaknya, pihak guru tidak memberikan. Ketika orang tua ingin sekali menghadap kepada Kepala Sekolah, anehnya Kepala sekolah pun tidak mau bertemu dengan Ibu siswa tersebut.

“Bagi FSGI tindakan oknum guru dan kepala sekolah ini telah melanggar Pasal 5 huruf a, b, dan c Permendikbud No 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian. Sangat jelas tertulis jika prinsip penilaian oleh pendidik wajib dilakukan secara sahih, objektif, dan adil. Dalam kejadian ini oknum guru dan kepala sekolah telah berlaku tidak adil, diskriminatif, dan tak objektif,” demikian ungkap Satriwan Salim, Wasekjen FSGI yang langsung menerima laporan dari orang tua korban.

FSGI menilai, sekolah dalam hal ini guru dan kepala sekolah, sudah semestinya berlaku adil dan objektif. Terlebih di tengah PJJ daring yang sudah lebih 3 bulan berjalan, banyak siswa yang mengalami kendala perangkat gawai dan laptop. Ada faktor kerusakan perangkat, keterbatasan kuota, masalah sinyal, dan hambatan teknis lainnya.

“Meskinya sekolah bersikap bijak, tidak berindak semaunya. Sebab sekolah adalah entitas pendidikan bukan perusahaan. Kepala Sekolah adalah guru yang seharusnya memberi teladan sebagai pemimpin, bukan pemilik perusahaan,” pungkas Satriwan.

Sedangkan Heru Purnomo sebagai Sekjen FSGI menyatakan oknum guru dan Kepala Sekolah di SMA Negeri 2 Nganjuk telah menyalahi Surat Edaran Mendikbud No. 4 Tahun 2020, bahwa selama PJJ/BDR guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum.

“Sebab terbatasnya waktu, sarana, media pembelajaran, dan lingkungan sehingga pembelajaran banyak terhambat. Jadi ada relaksasi kurikulum dalam pesan SE tersebut. Sekolah tak memahami esensi SE Mendikbud tampaknya.” Kata Heru.

Dia melanjutkan, dalam kasus tersebut guru dan Kepala Sekolah juga sudah menyalahi Pedoman Penilaian SMA yang dibuat Direktorat P-SMA, Dirjend PAUD-Dikdasmen, Kemdikbud RI. Lalu juga menyalahi UU Perlindungan Anak dan PP tentang Guru. Anak berhak mendapatkan penilaian dari guru dan sekolah. Guru berhak dan wajib memberikan nilai kepada peserta didik. Guru juga tidak boleh diintervensi dalam memberikan nilai kepada peserta didik.

Sebagai bagian dari advokasi, FSGI berniat memediasi kasus antara siswa dan guru (Kepala Sekolah) tersebut, bahkan sudah mencoba menghubungi Kepala Sekolah melalui pesan WhatsApp (WA) secara pribadi dan telepon, tapi tidak ada respon. FSGI kemudian mencoba menghubungi Kadiscab Dinas Pendidikan Edy Sukarno mengenai kasus ini, tapi menurutnya, pihak Discab belum memeroleh jawaban yang detil dari pihak sekolah khususnya Kepala Sekolah. Discab akan menindaklanjuti laporan tersebut katanya.

Sampai sekarang di awal tahun ajaran baru yang sudah masuk 4 hari, siswa RVR belum mendapatkan sekolah. Karena sesungguhnya dia ingin tetap bersekolah di sekolah tersebut. Sambil menunggu kepastian nasibnya dari sekolah, RVR membantu ibunya dengan menjadi pelayan di sebuah kafe di Kab. Nganjuk.

Langkah berikutnya, FSGI berencana akan melaporkan perihal kasus siswa SMA Negeri 2 Nganjuk ini ke KPAI dan Irjend Kemdikbud RI. FSGI berharap ada jalan tengah yang tak merugikan siswa, sehingga RVR tetap bisa bersekolah di sekolah tersebut. Bagi FSGI siswa tidak boleh dirugikan dalam proses pembelajaran, apalagi selama PJJ berlangsung.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  36  =  41