Hot Topic

Professor UNY: Scopus Bukan Tujuan Akhir Penelitian

Channel9.id – Jakarta. Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Yoyon Suryono, MS, mengkritik perguruan tinggi yang menomorsatukan Scopus sebagai ukuran reputasi intelektual.

Banyak perguruan tinggi yang berlomba-lomba supaya karya ilmiahnya bisa dipublikasikan dan terakreditasi di Scopus. Mereka seolah-olah menjadikan pemeringkatan scopus sebagai akhir dari penelitian.

Padahal, pemeringkatan Scopus bukan tujuan karya ilmiah. Seharusnya tujuan karya ilmiah bisa bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat.

“Penelitian yang terakreditasi scopus dinomorsatukan, padahal itu bukanlah tujuan adanya penelitian di perguruan tinggi. Tujuan penelitian adalah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan kebahagiaan masyarakat,” kata Yoyon dalam diskusi yang diadakan IKA UNJ, Rabu (29/7).

Di samping itu, Yoyon menilai adanya HAKI dalam penelitian merupakan bentuk hilirisasi penelitian berbentuk nilai ekonomi. “Jadi tidak dilihat dari segi sosialnya,” kata Yoyon.

Menurut Yoyon, adanya indeks scopus merupakan bukti bahwa konsep pendidikan Indonesia mangadopsi nilai ekonomi yang begitu besar tanpa diseimbangkan dengan nilai sosial.

Hal itu tak bisa dipungkiri karena pendidikan di Indonesia tengah menghadapi tuntutan ekonomi global yang begitu besar. Dalam hal ini, tuntutan tersebut menjadikan pendidikan sebagai saluran untuk mencetak peserta didik supaya memiliki keterampilan yang dibutuhkan dunia kerja.

“Mainstream ekonomi yang sangat kuatnya jadi pertimbangan yang besar. Pertimbangan ekonomi untuk lapangan kerja didapatkan dan diperoleh dari dunia pendidikan yang mampu meningkatkan keterampilan,” kata Yoyon.

Menurut Yoyon, kebutuhan ekonomi tersebut berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat, mulai dari budaya, politik dan pendidikan.

Kendati demikian, Yoyon sebetulnya tak mempermasalahkan bila orientasi pendidikan adalah ekonomi. Sayangnya, orientasi ekonomi yang dianut menggunakan pendekatan ekonomi kapitalisme dan liberalisme. Ini tentu bertentengan dengan ekonomi Pancasila.

“Masalahnya antara kapitalisme liberalisme dan pancasila. Dalam prakteknya, kapitalisme dan liberalisme punya implementasi yang sangat besar,” ujarnya.

Untuk bisa menerapkan pendidikan berfalsafah Pancasila, Yoyon mengajak para pihak terkait untuk kembali kepada pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan perkembangan peserta didik. Bukan untuk mencetak tenaga kerja supaya memenuhi keinginan pasar.

“Secara besar konsep pendidkan Indonesia sudah bermasalah. Konsep pendidikan Indonesia belum dirumuskan, belum sampai konsep final. Salah satunya kita tidak memiliki penjelasan manusia Indonesia itu seperti apa. Padahal, itu merupakan dasar pijakan kita untuk merumuskan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  50  =  54