Channel9.id-Jakarta. Istana membantah tudingan jika pemerintah tidak percaya diri lantaran memakai jasa influencer untuk menyosialisasikan kebijakan. Influencer digunakan hanya untuk memperluas jangkauan sosialisasi kebijakan khususnya di kalangan milenial.
Pernyataan itu disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian saat merespon tuduhan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait penggunaan influencer.
“Bukan tidak percaya dengan kebijakannya. Kebijakannya sih baik-baik saja tapi supaya orang semua paham bahwa kebijakan ini suatu yang baik dan bermanfaat,” ucap Donny, Jumat (21/8).
Donny mengatakan program pemerintah sejatinya harus dipahami seluruh lapisan masyarakat. Menurutnya, sebagian segmen masyarakat lebih banyak menggunakan media sosial. Jasa influencer digunakan karena memiliki pengaruh serta pengikut besar di media sosial yang dinilai berguna untuk mensosialisasikan kebijakan.
“Jadi saya kira bukan tidak percaya diri tapi agar jangkauannya lebih luas, terutama di kalangan milennial karena 40% populasi kita milennial sehingga program-program itu bisa dipahami,” imbuhnya.
Donny juga menyebut penggunaan jasa influencer bukan untuk mendominasi narasi pemerintah di media sosial. Menurutnya, ruang media sosial tidak bisa didominasi kelompok tertentu lantaran siapa saja bisa mengkritisi.
“Ketika berbicara influencer juga pasti ketika orang menyampaikan pesan pemerintah juga akan ada yang mengkritik, menggugat. Tidak mungkin kemudian mereka dominan dan menguasai ruang publik,” kata Donny.
“Saya tidak melihat salahnya di mana, kecuali influencer digunakan untuk menyampaikan kebohongan. Kalau untuk menyampaikan kebenaran, why not?,” sambungnya.
Sebelumnya, ICW menyampaikan jika pemerintah mengucurkan dana Rp90,45 miliar untuk influencer sejak 2014. Temuan itu didapat dari hasil penyisiran pengadaan barang dan jasa dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Peneliti ICW Egi Primayogha menilai, penggunaan jasa para influencer tersebut memberi kesan jika pemerintah tidak yakin dengan kebijakannya.
“Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya sehingga harus menggelontorkan anggaran untuk influencer,” ucapnya.