Channel9.id-Jakarta. Pemerintah didesak untuk menunda Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Jumlah kasus positif Covid-19 yang masih tinggi, menjadi alasannya.
Merespon desakan tersebut, pihak Istana Kepresidenan menegaskan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 tetap berjalan sesuai jadwal. Istana menilai, pelaksaan pesta demokrasi ini untuk menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih, dan memilih.
Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, mengatakan pilkada dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan. Pelanggar protokol kesehatan akan diberikan sanksi tegas untuk mengantisipasi klaster Pilkada.
“Presiden Joko Widodo menegaskan penyelenggaraan pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak satu negara tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Karenanya, penyelenggaraan pilkada harus dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis,” jelas Fadjroel dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (21/09).
Baca juga: Setelah NU, Kini Muhammadiyah Minta Pilkada 2020 Ditunda
Fadjroel menilai, pilkada di masa pandemi bukan hal mustahil. Ia pun mencontohkan negara lain seperti Singapura, Jerman, Prancis, dan Korea Selatan tetap menggelar pemilihan umum di tengah pandemi.
“Pemerintah mengajak semua pihak untuk bergotong-royong mencegah potensi klaster baru penularan Covid-19 pada setiap tahapan pilkada,” ucapnya.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah. Semua kementerian dan lembaga terkait juga sudah mempersiapkan segala upaya untuk menghadapi pilkada dengan protokol kesehatan dan penegakan hukum.
“Pilkada ini harus menjadi momentum tampilnya cara-cara baru dan inovasi baru bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat dan bertindak untuk meredam dan memutus rantai penyebaran covid-19,” kata Fadjroel.
Sebelumnya, desakan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang dijadwalkan digerlar 9 Desember 2020 itu semakin kencang. Setelah PBNU, terbaru permintaan dari PP Muhammadiyah yang meminta pemerintah untuk menunda pesta demokrasi itu. PP Muhammdiyah beralasan, pandemi virus Covid-19 di Indonesia belum usai, sehingga dikhawatirkan akan menjadi klaster baru.