Channel9.id-Jakarta. Iklan terbaru Nike menuai kritik para netizen Jepang lantaran dinilai rasis. Bahkan ada sejumlah netizen yang menyerukan untuk memboikot perusahaan dengan berhenti membeli produknya.
Diketahui, iklan ini menampilkan remaja perempuan–yang akan menjadi atlet kemudian hari–mengalami perundungan karena berbeda ras dan minoritas di Jepang, seperti kulit hitam dan keturunan Korea.
Baca juga: Puma dan Adidas Boikot Iklan Facebook
Pada satu scene, ada remaja Afrika dirundung teman-temannya dengan diteriaki dan dijenggut rambutnya. Di scene lain, remaja keturunan Korea diperlakukan tak baik oleh teman-temannya ketika mengenakan pakaian tradisional hanbok. Namun, para korban bully ini dikisahkan tetap percaya diri karena memiliki keterampilan di bidang olahraga.
Nike Jepang menjelaskan bahwa iklan itu menampilkan bagaimana orang berjuang dan mengatasi konflik dalam keseharian. Adapun pesan ini diharapkan bisa menggerakkan masa depan penontonnya melalui olahraga.
Telah disinggung sebelumnya bahwa iklan ini tak lepas dari kritik para netizen Jepang. Sejumlah netizen menyebut hal itu tak adil untuk memilih Jepang. Salah seorang netizen menyebutkan, “Seolah-olah mereka mencoba mengatakan jenis diskriminasi ini ada di mana-mana di Jepang.”
“Saat ini, Anda sering melihat satu atau dua orang dari kebangsaan berbeda pergi ke sekolah dengan damai. Yang berprasangka buruk hanya Nike,” ujar netizen lain.
Beda budaya, beda perspektif
Menurut Morley Robertson, seorang jurnalis setengah Jepang-setengah Amerika, banyak orang Jepang yang tak suka diberitahu oleh ‘suara-suara luar’ untuk mengubah pandanagn mereka. Meski demikian, jika orang asing menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang budaya atau aturan Jepang, maka orang Jepang akan memujinya.
Penulis “Surfing the Asian wave: How to survive and thrive in the new world order” Steve McGinnes menyebut bahwa beriklan seperti itu seperti bunuh diri. “Rasisme merupakan topik sensitif di budaya mana pun. Seharusnya Nike tak berpikir seperti brand asing, saat di tempat tuan rumah mereka,” katanya.
“Arogansi dan rasa puas diri bisa menjadi musuh terburuk bagi brand Barat di Asia karena tim manajemen mungkin meremehkan kebanggaan konsumen Asia dan budaya lokal,” ujar Martin Roll, seorang penasihat merek dan penulis bisnis Asia.
McGinnes tahu betul banyak orang Jepang berpikir Nike tak seharusnya mengiklan demikian. Sementara, Morley menyebut Nike juga memahami sensitivitas masalah tersebut. “Mereka menceritakannya dari sisi individu yang unik. Sebagian besar iklan di Jepang mengesampingkan masalah sensitif seperti diskriminasi karena seseorang mungkin merasa tidak nyaman,” sebutnya.
Namun, kontroversi tak selalu menyebabkan penurunan penjualan, bahkan sebaliknya. “Penjualan Nike mungkin akan naik. Pembenci akan membeli barang dagangan mereka dengan cara apa pun,” imbuh Robertson.
(LH)