Channel9.id – Jakarta. Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri menyampaikan bahwa terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), Nurhadi mengajukan pemindahan rumah tahanan ke majelis hakim tingkat banding. Saat ini, mantan Sekretaris MA itu tengah menjalani penahanan di rutan cabang KPK.
Menurut Ali, alasan Nurhadi meminta pemindahan rutan, karena alasan kesehatan dan sudah berusia lanjut. Nurhadi meminta hakim tingkat banding, dalam hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memindahkan agar dirinya menjalani penahanan di rutan Polres Jakarta Selatan.
“Benar, berdasarkan informasi yang kami terima, terdakwa Nurhadi mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta agar pindah ke rumah tahanan dari Rutan Cabang KPK ke Rutan Polres Jakarta Selatan dengan alasan kesehatan dan sudah usia lanjut,” kata Ali dalam keterangannya, Minggu (21/3).
Menanggapi upaya permohonan Nurhadi itu, Ali meminta majelis hakim tingkat banding untuk menolak permohonan. Ali memandang, permohonan Nurhadi berlebihan.
Hal itu lantaran, KPK memiliki dokter klinik yang siap untuk memeriksa kesehatan tahanan setiap waktu. Ali juga menegaskan, hak seluruh tahanan KPK selalu dipenuhi, apalagi yang menyangkut kesehatan.
“Untuk itu kami berharap majelis hakim banding menolak permohonan terdakwa tersebut, karena kami berpandangan sama sekali tidak ada urgensinya pemindahan tahanan dimaksud,” ujar Ali.
Terlebih, selama proses penyidikan maupun persidangan, Nurhadi juga dinilai kooperatif. Dalam perkaranya, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono telah divonis enam tahun pidana penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Vonis itu jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Alasan majelis hakim menjatuhkan hukuman sangat rendah kepada Nurhadi dan menantunya, karena dinilai berjasa kepada Mahkamah Agung (MA). Karena pada saat bertugas di MA, Nurhadi banyak mengatur keperluan lembaga kekuasaan kehakiman itu.
“Alasan meringankan belum pernah dihukum, punya tanggungan keluarga dan Nurhadi telah berjasa dalam kemajuan MA,” kata Ketua Majelis Hakim, Saifudin Zuhri membacakan amar putusan, Rabu (10/3) malam.
Sementara itu berdasarkan pertimbangan yang memberatkan, Nurhadi dinilai merusak nama baik MA hingga lembaga peradilan di bawahnya. Karena dia terbukti menerima suap hingga gratifikasi untuk mengurus perkara di MA.
“Hal memberatkan, merusak nama baik MA dan lembaga peradilan di bawahnya,” ujar Hakim Saifudin.
Menanggapi ini, Jaksa Wawan Yunarwanto tak mempermasalahkannnya. Karena itu merupkan pertimbangan dan kewenangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.
“Itu kan penilaian hakim, jadi sah-sah saja nggak ada masalah,” tegas Wawan.
Meski demikian, Jaksa KPK mengajukan upaya hukum banding atas vonis hakim tersebut. Karena vonis kepada Nurhadi tidak 2/3 dari tuntutan Jaksa yang meminta Nurhadi agar divonis 12 tahun pidana penjara, sementara Rezky divonis 11 tahun pidana penjara.
“Jadi pertimbangan kami, karena penjatuhan pidana kurang dari 2/3 dari tuntutan yang kami ajukan,” ucap Jaksa Wawan.
Alasan lainnya mengajukan upaya hukum banding karena tidak seluruhnya dakwaan hingga tuntutan jaksa terbukti sebagaimana amar putusan hakim. Jaksa menyesalkan, hakim hanya menilai Nurhadi terbukti menerima suap sebesar Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto.
Padahal sebagaimana dakwaan dan surat tuntutan, Nurhadi dan Rezky diyakinu menerima suap sebesar Rp45.726.955.000. Uang suap tersebut diberikan agar memuluskan pengurusan perkara antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.
Selain itu, Nurhadi dan Rezky dinilai majelis hakim hanya terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 13.787.000.000. Penerimaan gratifikasi itu lebih rendah dari dakwaan dan juga tuntutan Jaksa. Karena Jaksa meyakini, Nurhadi dan Rezky terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
“Jadi itu yang jadi salah satu pertimbangan kita banding,” ucap Jaksa Wawan.
Jaksa Wawan juga menyesalkan majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman uang pengganti kepada Nurhadi dan Rezky. Padahal dalam tuntutan, kedua terdakwa dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 83.013.955.000.
Meski lebih rendah dari tuntutan Jaksa, Nurhadi dan Rezky Herbiyoni terbukti menerima suap dan melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga terbukti menerima gratifikasi melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
IG