Channel9.id-Jakarta. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen) Dukcapil Kementerian Dalam Negeri ingin mengubah persepsi publik jika mengurus administrasi kependudukan adalah pengalaman yang tidak menyenangkan.
“Sejak diangkat sebagai Dirjen Dukcapil Kemendagri 6 tahun silam, saya ingin membumikan ideologi bahwa penduduk Indonesia bisa bahagia saat mengurus administrasi kependudukan,” ujar Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh saat menjadi narasumber pada Studium General Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas sebelas Maret bertajuk “Reprogramming Dukcapil untuk Membangun Branding Baru”, Sabtu, 12 Juni 2021.
Zudan mengatakan, hal tersebut dilakukan lantaran berdasarkan hasil evaluasi sebelumnya dari respon penduduk, persepsi publik terhadap layanan dokumen produk Dukcapil dianggap kurang bagus karena prosesnya yang panjang, ribet, dan sangat tidak efektif, mulai dari RT RW setempat.
“Ketika kita memberikan identitas penduduk untuk diverifikasi dengan lembaga pengguna, ketika kita mengintegrasikan dan mengkoneksikan dengan data kementerian/lembaga dan sektor swasta, kita merasakan kebahagiaan bahwa kerja kita itu bener-bener. Jadi siapapun yang berhubungan dengan Dukcapil itu bahagia dan senang,” lanjutnya.
Meski begitu, Zudan mengakui hal tersebut belum sepenuhnya terealisasi. Karena proses internalisasi membahagiakan masyarakat belum selesai. Maka ini menjadi pekerjaan terus menerus.
“Kita ingatkan terus, kalau memberikan pelayanan lama berarti tidak membahagiakan masyarakat. Kalau anda memungut pungli, uang, tidak bekerja dengan baik itu tidak membahagiakan masyarakat berarti visi kita tidak tercapai. Jadi, organsasi yang dibangun harus memiliki organisasi dan ideologi yang kuat. Karena yang mempersatukan organisasi itu ideologi,” ucap Guru Besar Hukum Administrasi dan Sosiologi Hukum itu.
Selain itu, kata Zudan, saat ingin membahagiakan masyarakat tentunya harus membahagiakan pegawainya dulu.
“Jadi, kalau pegawai Dukcapil berkunjung, boleh mengunjungi luar negeri, ke Jerman, Jepang, Korea, walaupun belum semuanya bisa berangkat, karena pegawainya ada 500. Kalau seluruh Indonesia silakan berangkat semua ke daerah-daerah kita,” imbuhnya.
Saat ini, Zudan menguraikan berbagai transformasi yang dilakukan Dukcapil antara lain dengan mengetahui peran dan tugas organisasi, memetakan masalah, menetapkan area kerja yang perlu dikembangkan; melihat kesiapan sumber daya dan cara mengelolanya; serta me-manage persepsi publik agar didapatkan branding yang tepat.
“Kita melakukan suatu transformasi regulasi, dari aturan yang ribet berubah menjadi userfriendly, dari yang berbayar menjadi gratis, dari layanan tunggal menjadi terintegrasi. Kalo dulu ngurus akte hanya dapat akte saja, sekarang dapat juga kartu identitas anak, sudah satu paket dan berbagai kemudahan lainnya. Seluruh produk dokumen hasil transformasi menggunakan kertas putih bercirikan QR code sehingga dapat dicek keaslian dokumennya. Hal ini dapat mencegah adanya pemalsuan dokumen,” jelasnya.
Disampaikan Zuran, Dukcapil telah menjalin kerjasama dalam hal integrasi data dengan banyak lembaga, hingga akhir tahun 2020 ada 2155 lembaga pusat dan 698 lembaga daerah. Total hingga akhir 2020 berjumlah 2853 lembaga.
“karena sudah terintegrasi, maka lembaga yang sudah bekerja sama sudah tidak memerlukan foto kopian berkas dari penduduk, misal dalam membuat SIM, tinggal tunjukan sim yang lama ketik NIK langsung dibuatkan” jelasnya.
Dukcapil juga sudah membuat Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) yang hingga saat ini berjumlah 164 ADM, yang terakhir di Palu. Penduduk bisa lebih aktif mendapatkan dokumennya sendiri melalui ADM sepanjang memilik PIN dari QR code yang diberikan oleh Dukcapil.
Reprogramming ini akan selalu dikawal dalam prosesnya, selalu dievaluasi agar masyarakat mendapatkan layanan yang mudah dan nyaman.
Namun, Zudan tak menampik ada tugas yang masih besar membebani lembaganya, yakni mendata penduduk yang tidak permanen.
“Ada satu problem yang masih kita hadapi karena kita belum memiliki instrument yang bagus, akurat untuk bisa mendata data penduduk yang non permanen. Yakni penduduk yang tidak bertempat tinggal sesaui KTP-nya. Contoh mahasiswa UNS ngekos, itu penduduk non permanen. Alamat KTP dengan rumah sama atau tidak. Nah masalah ini kita Kelola,” tutur Zudan.
Ke depan, kata Zudan, pihaknya akan siapkan portal untuk mendata penduduk non permanen. Sehingga, warga yang berdomisili sesuai KTP diharuskan melapor secara mandiri.
“Ini penting sekali untuk perencanaan pembangunan, mitigasi risiko, melihat perpindahan penduduk. Misalnya, berapa butuh transportasi saat penduduk non permanen itu mau pulang kampung menjelang lebaran. Di Jakarta penduduk permanennya banyak, maka lebaran mau Natal, Kemenhub harus menyiapkan ini,” tutup Zudan.
IG