Oleh: Irwan D. Makdoerah*
Channel9.id-Jakarta. Kekuatan dan pertumbuhan kelas menengah di dalam konteks socio-economic society, memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sejarawan ekonomi seperti Adelman & Morris (1967) dan Landes (1998) menyatakan bahwa kelas menengah adalah kekuatan pendorong (driving force) bagi proses pembangunan ekonomi yang lebih cepat pada abad ke-19 (Easterly, 2001). Demikian juga saat ini di Indonesia.
Keberadaan masyarakat kelas menengah di Indonesia bukan hanya saja berkontribusi pada perekonomian melalui konsumsi mereka, namun juga melalui penyediaan entrepreneur dan perhatian mereka pada investasi sumber daya manusia. Di sisi lain, mereka juga penopang penerimaan negara, khususnya melalui pajak tidak langsung, yang dikenakan atas konsumsi yang mereka lakukan.
Di dalam laporan Bank Dunia, Aspiring Indonesia-Expanding the Middle Class yang dirilis bulan September 2019, melaporkan bahwa kelas menengah Indonesia telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan analisa Bank Dunia bahwa kelompok ini tumbuh 12% setiap tahun sejak tahun 2002 dan sekarang mewakili hampir setengah dari seluruh konsumsi rumah tangga di Indonesia.
Tidak saja Indonesia, hampir semua negara di dunia mengalami goncangan yang luar biasa saat Covid-19 merebak sejak akhir tahun 2019. Hingga saat ini. Bahkan tidak sedikit negara yang mengalami kontraksi dalam pertumbuhan ekonomi. Indonesia termasuk yang megalami kontraksi pertumbuhan ekonominya.
Kelompok atau Kelas Menengah di Indonesia, menurut Bank Dunia, setidaknya ada 52 juta orang Indonesia yang secara ekonomi aman, atau satu dari lima orang Indonesia. Apakah 52 juta orang Indonesia yang di tahun 2019 dianggap aman secara ekonomi masih tetap sama kondisinya di saat ini?
Secara nyata, kelompok kelas menengah saat ini tengah mengalami goncangan. Berada di pilihan yang sulit. Bahkan banyak di antara mereka yang tak mau turun kelas, khususnya kelas menengah-atas (middle upper). Di saat awal pagebluk corona menghampiri Indonesia, kelompok ini belum terlalu merasakan dampaknya. Tabungan masih ada. Penghasilan dari pekerjaan masih terbayarkan. Social life masih belum ada pembatasan. Dengan kata lain, kebutuhan kelompok ini masih tersedia di depan mata mereka.
Pada hakekatnya, kelompok kelas menengah ini berkontribusi kepada perekonomian melalui konsumsi mereka di entertaiment dan leisure. Saat dimulai adanya pembatasan kegiatan sosial yang juga mempengaruhi aktifitas leisure mereka seperti traveling, sebagian dari mereka ada yang mengkonversikan dana leisure menjadi investasi yang konsumtif.
Banyak yang berpendapat bahwa hal ini merupakan wasted investment. Boleh saja, namun dampak multiplier effect dari investasi konsumtif ini ada. Walau memang sesaat. Contoh kita lihat maraknya bersepeda. Bengkel sepeda yang jauh sebelum pandemi ini ada, kondisinya sepi jika dibandingkan bengkel atau tempat servis motor.
Keadaan semakin tidak bersahabat. Dan waktu terus berjalan. Kondisi bukannya membaik tetapi semakin tidak membaik. Banyak dari kelompok ini yang sudah kehilangan pekerjaan atau setidaknya penghasilan mereka mulai berkurang. Banyak juga dari kelompok ini yang mulai menguras tabunganya demi kelangsungan hidup. Tak sedikit dari kelompok ini yang menjadi entrepreneur mengalami stagnasi akibat usaha mereka mengalami shortfall cashflow. Sudah semakin kompleks kondisinya pada hari ini.
Satu hal yang sudah pasti, kelompok kelas menengah harus survive. Survival effort mereka semata-mata hanya untuk tidak terjadinya persepsi psikologis sosial di mana mereka khawatir akan adanya perundungan sosial akibat turun kelasnya mereka. Kelompok ini rentan. Rentan dalam expenditure maupun rentan dalam saving. Padahal kelompok ini dianggap sebagai driving force atau sebagai motor proses pembangunan ekonomi suatu negara.
Paket Bansos yang disiapkan pemerintah sebagai penyangga keadaan saat ini, pastinya tidak ditujukan untuk kelas menengah. Program stimulus ekonomi pun tidak ada yang meyentuh secara langsung kelompok ini. Kelompok ini dianggap harus bisa mandiri. Mandiri untuk bertahan. Mandiri untuk mempertahankan keberadaan dalam kelasnya bahkan secara tidak langsung pemerintah pun meminta kepada kelompok ini untuk tetap berkonsumsi.
Kembali kepada laporan Bank Dunia tahun 2019 maupun pernyataa sejarawan Amerika bahwa kelompok ini memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi. Jika motor penggerak ini stagnan, apa yang kita harapkan untuk kelompok ini tumbuh. Bahkan besar kemungkinan, kelompok ini akan runtuh secara alamiah. Tentunya hal ini tidak kita harapkan.
Kebijakan pemerintah yang berorientasi untuk percepatan pemulihan ekonomi diharapkan dapat juga memperhatikan keberadaan kelompok ini.
*Ketua Dewan Etik, Forum Budaya Jakarta Pesisir