Politik

Agama dan Politik

Oleh: Dr. Syaifuddin, Drs., M.Si., CICS.

Channel9.id – Jakarta. Pembicaraan mengenai agama dan politik selalu menjadi tema yang menarik dan tidak ada habisnya dibahas khususnya di kalangan warga politik. Wacana tentang peran agama dalam politik telah menjadi wacana penting yang selalu terbahas bahkan menjadi pro-kontra di antara banyak wacana penting lainnya di kalangan umat.

Hanya saja polemik agama dalam arena politik yang sering kali menjadi trend topic perdebatan warga, namun ada yang bernilai positif, ada juga yang negatif. Satu pihak mengampanyekan agar agama dilibatkan dalam setiap pertimbangan politik negara. Dalam perspektif politik, gagasan seperti ini biasa dikenal sebagai teokrasi (pemerintahan berbasis agama).

Pada sisi lain ada pihak juga yang menolak intervensi terlalu jauh oleh agama dalam urusan politik negara. Pada kelompok ini, agama diposisikan keluar dari diskursus publik karena agama merupakan urusan privat yang bermuatan tentang kepentingan individu dalam kaitan dengan Tuhannya masing-masing. Agama merupakan urusan ritual yang menggambarkan dependensi manusia dengan Tuhannya, bersifat privasi dan tertutup bagi pihak lain.

Terlepas dari nilai pro-kontra itu, kita harus akui bahwa dalam mengkonstruksi kerangka nilai dan norma dalam struktur negara dan pendisiplinan masyarakat, maka peran agama menjadi sangat penting. Sebaliknya, seringkali ada negara atau pemerintah menggunakan agama sebagai legitimasi yang bersifat dogmatik untuk mengikat warga negara agar mematuhi aturan-aturan yang ada. Konsekuensinya, agama kemudian menjadi ordinasi dalam setiap kebijakan politik. Peran-peran dimaksud kemudian menimbulkan hubungan saling mendominasi antar agama dan politik.

Negara teokrasi cenderung melahirkan hipokrisi moral maupun etika yang ditunjukkan para pemuka agama. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya pencampur-adukan unsur teologis dan materialis secara konservatif. Sebaliknya, negara yang mendominasi relasi agama justru menciptakan negara sekuler. Pada negara-negara sekuler persoalan agama tereduksi dalam pengaruh kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita sebagai umat beragama, ada pemahaman dasar yang harus ditanam di pikiran kita masing-masing. Pertama, kita wajib menghormati tokoh agama selama tidak menyimpang dari ketentuan regulasi yang berlaku atau tidak makar. Tokoh agama mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka menggerakan partisipasi masyarakat dalam proses pembinaan umat dan pemilihan pemimpin negara. Salah satu faktor penentu arah pemerintahan yang dipilih adalah keberhasilan tokoh agama dalam menggerakan partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan pemimpin nasional.

Karena nilai penting itu, para tokoh agama tidak boleh bersikap apatis dan hipokrit pada urusan politik. Peran tokoh agama dan partisipasi politik masyarakat mempunyai korelasi yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Apabila peran dari tokoh agama semakin baik, maka partisipasi politik masyarakat juga akan semakin meningkat. Fungsi agama terjadi dalam masyarakat sebagai nilai-nilai dan norma-norma sosial walaupun tanpa keterlibatan negara.

Seorang pakar di bidang Agama & Politik, Bryan S. Turner mengatakan, “agama memiliki beberapa fungsi, yakni: 1). Sebagai kontrol sosial, 2). Sebagai acuan legitimasi politik, dan 3). Sebagai perekat sosial (solidaritas sosial)”. Dengan demikian, peran agama dapat memberikan pertolongan – jalan terang pada pembangunan politik. Sebaliknya, politik memfasilitasi agama agar bisa hidup dan berkembang dengan baik dan harmonis. Keduanya harus berjalan seiring tanpa saling mengganggu, apa lagi saling menjegal satu dengan lain. Politik dan agama memiliki misi yang sama yakni menciptakan negara yang baldhatun toyyibatun warobbun ghafur dan masyarakat damai sejahtera.

Kita coba melihat bagaimana kedudukan agama dalam wilayah politik di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi negara telah menegaskan bahwa Indonesia bukan negara sekuler dan bukan juga sebagai negara agama. Secara konstitusional negara Indonesia dibangun seperti negara modern sekuler. Tetapi secara filosofis, negara ini didasarkan pada Pancasila, dimana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahkan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 menyebutkan: “negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Makna dalam UUD 45 itu, Indonesia adalah bukan negara agama, tetapi negara beragama.

Pada sebagian besar negara di dunia, posisi agama tidak bisa dipisahkan sepenuhnya dari negara. Karena itu, agama pun tidak bisa dipisahkan sepenuhnya dari politik dan sebaliknya. Pelibatan agama dalam politik tidak bertentangan dengan demokrasi, dan hal ini pun terjadi di negara-negara Barat yang notebene sekuler, apalagi di negara Indonesia yang berdasakan Pancasila ini dimana nilai-nilai toleransi dalam kehidupan beragama antar warga sangat diperlukan oleh mayoritas warga.

Dimana letak harmonisasi dapat terjadi antara nilai agama dengan nilai politik dalam perspektif Indonesia sebagai negara beragama? Oleh karena itu, dalam negara yang berideologi Pancasila ini pelibatan agama dalam politik dimaksudkan adalah: 1). Agar warga senantiasa menempatkan etika politik dan ajaran agama sebagai unsur mendasar dan sangat penting dalam bernegara, 2). Agar etika politik sebagai bagian nilai agama menjadi sumber legitimasi pembangunan demokrasi, dan 3). Etika politik dan ajaran agama yang berjalan seiring sesuai makna Sila pertama Pancasila menjadi dasar dan sumber nilai solidaritas sosial dan politik.

Penulis adalah Pengamat Komunikasi Politik, dan Dosen Pascasarjana Universitas Mercu Buana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  32  =  35