Opini

Agenda Islamisme di Akun-Akun Twitter

Oleh: Subkhi Ridho*

Channel9.id-Jakarta. Media sosial telah menggantikan gerakan-gerakan sosial yang tadinya berwujud dalam aksi-aksi massa jalanan. Bahkan aksi massa jalanan terinspirasi dari ruang media sosial. Hal ini terjadi pada banyak peristiwa di sekitar kita. Contoh paling konkrit yakni gerakan massa jalanan akhir 2016 lalu yang menuntut Basuki Tjahaya Purnama untuk dipenjarakan akibat pernyataannya yang dianggap menista Islam. Bergerak secara masif dari media sosial lantas menjadi gerakan massa dan berhasil memenjarakan BTP.

Diantara sekian banyak media sosial yang bersliweran di aplikasi gawai, salah satunya yang tetap eksis meski sempat diprediksi akan tutup yakni twitter.   

Twitter didirikan oleh Jack Dorsey, Evan Williams, Noah Glass, Biz Stone sekitar Maret 2006, dan secara resmi jejaring sosial ini  dikenalkan pada publik situs pada bulan Juli. Sejak diluncurkan, Twitter merupakan salah satu dari sepuluh situs jejaring sosial yang paling sering dikunjungi oleh netizen. Awalnya, twitter hanya memuat pesan maksimal 140 karakter saja, namun sejak 8 November 2017 menambahkan menjadi 280 karakter.

Perubahan dari 140 karakter menjadi 280 justru makin menjadikan twitter semakin eksis di ranah media sosial yang banyak netizen menggunakannya. Berdasarkan laporan cnnindonesia (24/4/2019), pada kuartal pertama 2019 ini pendapatan twitter meningkat 18% dibanding tahun lalu. Jumlah penggunanya pun mencapai 330 juta, dengan 134 juta pengguna per hari. Di Indonesia tidak kurang 27% netizen mengakses twitter setiap harinya (wearesocial.sg).

Pesan singkat di internet yang menjadi domain twitter semakin menjadikan netizen dituntut untuk keatif pada saat ngetweet. Dengan ruang yang sangat terbatas, maksimal 280 karakter menjadikan pengguna twitter berpikir cerdas, kreatif, dan mesti langsung pada poin yang hendak disampaikan kepada publik, tanpa banyak basa basi.

Ujaran Kebencian dan Provokasi di Twitter

Ruang media sosial, seperti twitter pada akhirnya tak luput dari serbuan kelompok-kelompok islamis. Islamis ini bukan iman namun erat kaitannya dengan tatanan politik yang agamaisasikan atau merupakan representasi konkrit dari fenomena global fundamentaslisme religius (Tibi, 2012).    

Akun dengan nama Hafidz Abdurrahman @Hafidz_AR1924 misalnya, ia memiliki jumlah pengikut (followers) sebanyak 81.100 orang (3/8/2019) dan hanya mengikuti akun lain (following) sejumlah 58. Ia menuliskan identitasnya sebagai: “Penulis, Politikus, Pengemban Dakwah, Inspirator Perubahan”, serta memiliki tagline: “Syariah-Khilafah untuk Semua”.  Ia telah mengunggah cuitan sebanyak 6720 kali.

Pada 1 Agustus 2019, ia menulis: “Selalu mengatakan, “NKRI harga mati”, tapi mempersilahkan negara asing yang ingin merampok kekayaan negerinya, bahkan menjadikan mereka sebagai pengelola lembaga pendidikan, setelah perusahaan dan TKA-nya menyerbu negeri ini, bukan saja kebodohan, tapi juga kejahatan. Ya Rabb!”.

Cuitan lainnya: “He.. he.. Katanya Demokrasi punya sistem baku? Ini bukti tak ada sistem baku dalam sistem Demokrasi. Kalau dalam sistem Khilafah masalah begini sangat mudah diselesaikan.” Diunggah pada 25 Juli 2019.

Satu hari sebelumnya ia juga mengunggah “Ada yang bilang, “Demokrasi kompatibel dengan Islam.” Lalu disanggah, “Tapi, mengapa ajaran Islam dikriminalisasi?” Dijawab, “Karena bisa membunuh Demokrasi.” Kalau begitu, Islam tidak kompatibel dengan Demokrasi. Karena begitu umat ingin Islam Kaffah, Islam langsung dibantai.” 24 Juli 2019. Kedua cuitan tersebut mengunggulkan sistem khilafah dengan menganggap demokrasi tidak cocok dengan Indonesia.

Pada saat bersamaan ia sering melakukan retweeted dari unggahan orang lain seperti dari akun @RokhmatLabib @msaid_didu @faridwadjdi @ARH19241 @mas_piyuuu yang mana isinya lebih dominan menyerang pemerintah dengan segala tuduhan yang kuat tendensi negatifnya ketimbang kritik konstruktif.

Mencermati akun-akun tersebut, @faridwadjdi misalnya ia merupakan juru bicara HTI. Sementara @msaid_didu @mas_piyuuu adalah akun-akun yang sangat berseberangan dengan Jokowi-Maruf pada perhelatan pilpres lalu. Adapun @RokhmatLabib adalah pengkhutbah di youtube “khilafah chanel” yang memiliki subscriber 25.350. Begitu juga dengan @ARH19241 merupakan pegiat khilafah, sesuai dengan foto dalam akunnya.

Sementara itu akun @ronavioleta  yang dimiliki oleh Nana, dengan foto perempuan berjilbab merah, menggunakan kacamata, dengan latar tulisan “kebebasan beragama bukan berarti kebebasan mengacak-acak agama #IndonesiaTanpaJIL”. Akun ini memiliki pengikut 55.500 dengan hanya mengikuti 910 akun lain, , dan telah mengunggah 199.900 cuitan baik yang merupakan produksi sendiri maupun ia meretweeted dari akun lain. Dalam biografinya ia menulis tagar #IndonesiaTanpaJIL dan #SyiahBukanIslam.

Pada 3 Agustus 2019 ia mengunggah cuitan: “penguasa dan rakyat negri ini kudu banyak2 istighfar pak @jokowi Rakyat nya jangan bergelimang maksiat Penguasa nya jgn dzolim ke rakyat nya. Semua introspeksi diri”. Hal ini ia tulis pada saat memberikan tanggapan atas pernyataan presiden Jokowi yang mengatakan merasakan gempa Banten,  2 Agustus 2019 jam 19.05 WIB. Cuitannya tersebut menganggap terjadinya gempa akibat dari banyaknya kemaksiatan dari penguasa yang melakukan kezaliman pada rakyatnya, tanpa melampirkan data dan fakta kezaliman apa yang dilakukan oleh pemerintah. Ini merupakan sebuah opini yang lagi-lagi sangat tendensius, mengingat ia memiliki 55ribu pengikut di twitter dan rentan disalahpersepsikan oleh pengikutnya.

Penutup

Twitter telah menjadi medium penyampai pesan ideologis, nilai-nilai, ajaran-ajaran mengenai apa pun termasuk agama Islam. Baik disampaikan melalui cuitan-cuitan, foto-foto, dan video-video pendek.  Demikian pula ajaran-ajaran maupun nilai-nilai Islam dapat dilihat dalam platform twitter. Twitter menjadi salah satu medium gerakan islamis di dunia siber.

Akun-akun yang saya tulis di atas menguatkan agenda Islamis yang mengedepankan penyelesaian masalah dengan khilafah, menyalahkan musibah akibat maksiat, serta kurang mampu mendudukkan sebuah permasalahan sesuai dengan konteks sosial, politik, dan kurang mengacu pada sejarah Islam masa lalu secara komprehensif alias sangat parsial.

Isi dari cuitan, foto, video, maupun infografis yang  diunggah di twitter yang mereka miliki itu seringkali merupakan bagian dari propaganda Islamisme yang tidak jelas sumber dengan minimnya fakta-fakta ilmiah yang menjadi pendukung, sehingga lebih mengarah pada hoax. Wallahu alam bisshawab.

*Intelektual Muda Muhammadyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  76  =  83