Channel9.id-Jakarta. Meta akhirnya membeberkan cara bagaimana iklan politik dan informasi tentang isu sosial ditargetkan di Facebook. Perusahaan memberi informasi ini kepada para peneliti dan publik, menurut Meta, dikutip dari Engadget (24/5).
Para peneliti yang merupakan bagian dari program Facebook Open Research and Transparency (FORT) akan mendapat informasi paling detail. “Data ini menyangkut setiap iklan dan mencakup informasi seperti kategori minat yang dipilih oleh pengiklan,” tulis Facebook.
Pada tahun lalu, peneliti di FORT mendapat akses data terkait penargetan iklan. Namun, Informasi itu hanya tersedia untuk iklan politik selama periode tiga bulan sebelum pemilihan umum 2020. Kini mereka bisa mengakses semua informasi terkait “semua iklan isu sosial, pemilu, dan politik yang ditayangkan secara global sejak Agustus 2020.”
Sementara itu, untuk publik, Meta membuka informasi terkait penargetan iklan politik melalui Ad Library-nya secara lebih terbatas. Pembaruan ini diharapkan datang pada Juli, dan memungkinkan siapa saja untuk melihat informasi yang lebih umum tentang bagaimana iklan ditargetkan di Facebook Page tertentu.
“Pembaruan ini mencakup data tentang jumlah total isu sosial, iklan pemilu dan politik yang ditampilkan di Page berdasarkan setiap jenis penargetan (seperti lokasi, demografi, dan minat), dan persentase pengeluaran iklan masalah sosial, pemilu, dan politik yang digunakan untuk menargetkan opsi-opsi itu,” jelas Meta itu. “Misalnya, Ad Library bisa menunjukkan bahwa selama 30 hari terakhir, Halaman menjalankan 2.000 iklan tentang masalah sosial, pemilu, atau politik, dan bahwa 40% dari pengeluaran mereka untuk iklan ini ditargetkan ke ‘orang yang tinggal di Pennsylvania’ atau ‘orang-orang yang tertarik pada politik.’”
Selama ini, pertanyaan tentang bagaimana iklan politik ditargetkan di Facebook menjadi topik yang pelik bagi perusahaan. Para peneliti telah lama berargumen bahwa memahami bagaimana iklan pemilu dan politik ditargetkan sama pentingnya dengan catatan tentang orang dan organisasi di balik setiap iklan. Namun, Meta menolak menyediakan data penargetan yang terperinci, dengan alasan privasi.
Namun, itu tak menghentikan sejumlah kelompok untuk mempelajari masalah mereka sendiri. Misalnya, tim di Universitas New York membuat ekstensi browser—dengan mengandalkan alat CrowdTangle—untuk membantu mereka memahami bagaimana iklan politik ditargetkan di Facebook. Dengan data yang mereka temukan, mereka menemukan banyak kekurangan di Ad Library Facebook. Sementara itu, Meta menuduh mereka mencuri data pengguna. Lantas perusahaan menonaktifkan akun tim yang terlibat, yang artinya menghentikan kemampuan mereka untuk menggunakan alat mereka dan melanjutkan penelitian.
Meski peneliti di FORT bisa mendapat informasi penargetan lebih rinci, mereka tetap perlu mendapat persetujuan dari Facebook untuk mengakses informasi tersebut. Namun, paling tidak, ada niatan Facebook untuk lebih terbuka. Tentu saja, kemungkinan besar ada informasi yang signifikan untuk bisa dipelajari lebih lanjut tentang bagaimana iklan politik menyebar melalui Facebook.
(LH)