Channel9.id-Jakarta. Jaringan Muda Setara merilis surat terbuka kepada Presiden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) terkait RUU PKS pada Prolegnas 2020.
Diketahui, Selasa, (30/06) lalu, pimpinan Komisi VIII DPR-RI mengusulkan agar penghapusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang, menyatakan RUU PKS tidak dihapus begitu saja dari daftar Prolegnas. Marwan berdalih, RUU PKS hanya digeser dari Prolegnas Prioritas 2020 ke 2021.
Merespons penghapusan RUU PKS dari daftar prolegnas 2020, Jaringan Muda Setara yang terdiri atas LSF Tangerang, Gerpuan UNJ, Ruangaman, Swara Saudari, Gender Talk, Narasi Perempuan Perempuan Agora, Reswara UPI, ASP UPNVJ, Muda Bersuara, Puanisme Bogor, Jemari IKJ Kolektif Rosa, Lingkar perempuan, Waktu Perempuan, Perempuan Mahardhika, Perempuan Cisadanem dan STIGMA UIN Jakarta mengirimkan Surat Terbuka kepada Presiden dan Ketua DPR-RI, pada Selasa, (07/07).
Di bagian awal surat tersebut disebutkan bahwa, Jaringan Muda Setara sangat marah dan kecewa akan sikap Komisi VIII yang menyatakan sulit untuk membahas RUU ini dan Badan Legislasi yang memutuskan untuk mengeluarkan RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 karena keterbatasan legislasi akibat wabah Covid-19.
“Ini adalah alasan yang bagi kami sangat tidak masuk akal. Justru sudah seharusnya di tengah situasi Covid- yang sarat dengat kekerasan terhadap perempuan inilah RUU PKS yang mengakomodir kepentingan perempuan korban perlu segera disahkan,” tegas bunyi surat itu.
Menurut Jaringan Muda Setara, perjalanan RUU PKS sangatlah panjang. Selama RUU ini mangkrak, kasus kekerasan seksual semakin meningkat. Alasan lain Jaringan Muda Setara memberikan dukungan kepada RUU PKS disebabkan kasus kekerasan seksual seperti fenomena gunung es. Hal itu disebabkan karena terbatasnya ruang korban kekerasan seksual untuk melapor, serta nihilnya payung hukum yang mengakomodir kepentingan korban.
Jaringan Muda Setara, melihat data terbaru Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019 menyatakan sebanyak 431.471 kasus Kekerasan Seksual. Data kekerasan yang dilaporkan mengalami peningkatan signifikan sepanjang lima tahun terakhir.
Korban merasa takut ketika menyuarakan karena belum adanya payung hukum yang melindungi. Belum lagi, victim blaming yang dilakukan masyarakat atau aparat penegak hukum ketika korban melapor. Para pendamping korban dalam mendampingi kasus kekerasan seksual pun kerap diteror, diintimidasi, diancam DO.
Selain itu, menurut survei media Tirto.id, VICE, dan The Jakarta Post yang dilakukan terhadap 79 Perguruan Tinggi di Indonesia, yaitu Survei Nama Baik Kampus. Survei ini berhasil mendapat testimoni 174 penyintas kekerasan seksual di lingkungan kampus dari 29 Kota.
“Kami memberi waktu pada DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PKS pada periode 2020 ini,” tutup surat terbuka tersebut. (IG)