Ojol tolak kenaikan tarif
Ekbis

Alih-alih Kenaikan Tarif, Driver Ojol Tuntut Status Kerja dan Potongan yang Adil

Channel9.id, Jakarta – Rencana pemerintah menaikkan tarif ojek online (ojol) sebesar 8% hingga 15% justru menuai gelombang penolakan dari para pengemudi. Bukan soal angka, para driver menilai wacana itu salah sasaran dan tidak menyentuh persoalan utama: kejelasan status kerja dan potongan aplikasi yang mencekik.

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menegaskan penolakan terhadap wacana tersebut. Ketua SPAI Lily Pujiati menyebut lebih baik rencana ini dibatalkan dan pemerintah fokus pada penyelesaian masalah struktural yang dihadapi pengemudi, seperti status kemitraan yang tidak berpihak pada buruh.

“Menurut kami, lebih baik dibatalkan saja. Pemerintah seharusnya mendorong agar status mitra ojol diubah menjadi pekerja formal agar pengemudi mendapatkan perlindungan upah minimum dan jaminan sosial,” kata Lily, Kamis (3/7/2025).

Tarif Naik, Tapi Potongan Aplikasi Tetap Besar

Kritik senada disuarakan oleh Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia. Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, menyebut wacana kenaikan tarif 8–15% tidak pernah dibicarakan secara transparan dengan komunitas pengemudi. Yang lebih krusial, menurutnya, justru pengaturan potongan biaya oleh aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim yang selama ini merugikan pengemudi.

“Masalah utama bukan tarif, tapi potongan aplikasi. Kami minta dipangkas jadi 10%. Aplikator sudah terlalu lama melampaui batas yang ditetapkan, tapi tidak pernah ada sanksi dari regulator,” tegas Igun.

Ia pun mendesak pemerintah untuk bersikap adil dan berpihak pada rakyat kecil. “Jangan selalu pro pengusaha atas nama stabilitas. Kami yang di lapangan justru makin tercekik,” tambahnya.

Menanggapi penolakan tersebut, Kementerian Perhubungan memastikan bahwa wacana kenaikan tarif ojol masih dalam tahap kajian. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Aan Suhanan menyebut pihaknya sedang menganalisis dampak ekonomi dari kebijakan ini, termasuk potensi inflasi.

“Semua perspektif kami pertimbangkan, termasuk dari sisi ekonomi makro. Jadi belum ada keputusan final,” jelas Aan, Rabu (2/7/2025).

Ia menambahkan bahwa Kemenhub terus berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk aplikator, akademisi, ekonom, hingga komunitas pengemudi ojol sebelum mengambil keputusan final.

Terakhir kali tarif ojol dinaikkan pada September 2022, merespons kenaikan harga BBM dan upah minimum. Saat ini, acuan tarif masih merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 564 Tahun 2022. Namun dalam praktiknya, persoalan mendasar seperti kepastian status kerja, besaran potongan aplikasi, dan jaminan sosial masih menjadi pekerjaan rumah besar yang belum disentuh serius.

Driver berharap pemerintah tidak hanya fokus pada tarif, tapi mulai membenahi tata kelola ekosistem transportasi daring yang berkeadilan. Kenaikan tarif tanpa pembatasan potongan platform, hanya akan jadi ilusi kesejahteraan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5  +  4  =