Channel9.id-Jakarta. Pemerintah harus memastikan anggaran negara 2023 cukup memadai untuk menghadapi tekanan ekonomi global yang diperkirakan bakal kian menghebat pada tahun depan.
Ekonom SigmaPhi Indonesia, Hardy Hermawan, di Jakarta (27/9/2022), menyatakan, kenaikan inflasi yang tajam di sejumlah kawasan utama ekonomi dunia, diikuti naiknya suku bunga negara-negara besar secara signifikan. Situasi ini membuat sejumlah lembaga internasional seperti World Bank, IMF, dan ADB memperkirakan bahwa resesi global pada 2023 sulit untuk dihindari.
“Situasi itu perlu diantisipasi pemerintah Indonesia dengan menyiapkan APBN yang sanggup memitigasi risiko bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah, terutama kalangan miskin, ketika menghadapi tekanan ekonomi global tadi,” ujar Hardy.
Di sisi lain, regulasi menyatakan bahwa deficit APBN 2023 sudah harus kembali ke level maksimal 3%, seiring akan berlalunya periode yang membolehkan deficit APBN hingga 6% akibat pandemic Covid 19. “Itu artinya, pemerintah perlu menentukan prioritas terbaik dalam mengatur belanja negara di tahun 2023,” katanya.
Hardy menegaskan, kebijakan pemerintah yang mengalihkan subsidi bahan bakar minyak jenis pertalite, solar, dan pertamax ke program perlindungan social merupakan upaya yang sangat tepat untuk melindungi kelompok warga miskin yang rentan tekanan ekonomi. Nilai subsidi dan kompensasi BBM yang mencapai Rp 502 triliun pada 2022, selain terlalu besar, tenyata juga lebih banyak salah sasaran.
“Jika tak dilakukan tindakan yang tegas, angka subsidi dan kompensasi itu bisa lebih besar lagi seiring ketidakjelasan dalam perkonomian dunia ke depan,” lanjutnya.
Menurut Hardy, di tahun 2023, angka subsidi dan kompensasi BBM tidak boleh lagi sebanyak itu. Dengan demikian, pemerintah bisa memanfaatkan dana tadi untuk program-program lain yang lebih efektif merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat. Namun, tetap saja, kenaikan harga BBM jelas akan menurunkan daya beli masyarakat dan menekan pendapatan masyarakat, terutama kalangan miskin.
Itu sebabnya, pemberian bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan social (Bansos) tidak bisa dihindari. “Bahkan, dalam situasi tak pasti seperti sekarang, justru dibutuhkan effort yang lebih besar untuk memastikan kelompok-kelompok miskin bisa terbantu secara lebih efektif,” imbuhnya.
Hingga akhir 2022, pemerintah sudah menyiapkan Bansos dan BLT senilai Rp24,17 triliun. Angka itu terdiri atas dua jenis. Pertama bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp 600.000 bagi 14,6 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta/bulan. Kedua, BLT BBM yang akan diberikan kepada 20,65 keluarga penerima manfaat sebesar Rp150.000 per bulan, diberikan sebanyak empat bulan.
Baca juga: Indonesia Harus Siap Hadapi Resesi Dunia
Hardy juga mengingatkan, pemerintah daerah dapat menggunakan 2% Dana Transfer Umum (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil) yang berasal dari APBN untuk mendanai (earmark) program perlindungan sosial, penciptaan lapangan kerja dan subsidi/bantuan sektor transportasi, antara lain angkutan umum, ojek, nelayan, dan UMKM. Nilai 2% Dana Transfer Umum yang bisa dialokasikan itu bisa mencapai Rp 40 Triliun dan itu jelas akan sangat membantu menolong kalangan miskin untuk bertahan dari tekanan.
“Yang sekarang harus menjadi fokus pemerintah adalah memastikan penyaluran segala bentuk bantuan itu tepat sasaran dan berlangsung lancar. Hal Ini merupakan sebuah kendala tersendiri,”jelasnya.
Hingga saat ini, masih banyak potensi pos anggaran daerah yang belum terpakai. Dana Tidak Terduga (DTT), yang bisa dimanfaatkan untuk mempercepat program penghapusan kemiskinan ekstrem, baru terealisasi Rp1,65 triliun dari alokasi Rp13,71 triliun. Dana Belanja Bantuan Sosial dari Pemda juga baru terealisasi Rp4,09 triliun dari alokasi sebesar Rp11,45 triliun.
Pemerintah sendiri sudah menetapkan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) untuk mempertajam berbagai program terkait penghapusan kemiskinan ekstrem. Data P3KE itu dapat digunakan oleh Pemda Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Desa serta pemangku kepentingan lainnya seoptimal mungkin. Mudah-mudahan data PeKE ini bisa membantu percepatan penyaluran dan bansos bagi warga yang membutuhkan.