Hot Topic Hukum

Auditor BPKP akui Salah Hitung Audit Kerugian Negara Dalam Percetakan Kartu e-KTP

Channel9.id – Jakarta. Ketua Tim Penasehat Hukum Isnu Edhy Wijaya, Endar Sumarsono menyampaikan, tim Auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menggunakan metode yang keliru dalam menghitung kerugian negara terkait proyek pengadaan  kartu e-KTP TA 2011-2013. Penggunaan metode yang keliru itu menghasilkan perhitungan yang salah.

“Saya kira bukan salah jumlahnya, tapi karena metodenya keliru sehingga jadi over,” kata Endar di Pengadilan Tipikor, Kamis 1 September 2022.

Adapun auditor investigasi BPKP Suaedi mengakui telah salah menghitung hasil audit kerugian negara dalam kasus poyek pengadaan kartu  e-KTP ini. Dalam hal ini, ada perbedaan jumlah antara total Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang dibayarkan negara kepada Konsorsium PNRI, dengan hasil perhitungan audit kerugian negara kartu e-KTP. Total nilai hasil audit kerugian negara lebih besar ketimbang total nilai SP2D. Seharusnya, hasil audit dan perhitungan kartu e-KTP dan  SP2D sama.

“SP2D benar adanya. Secara hitungan bahwa anggota tim kami ada salah di perhitungan kerugian negara. Jadi salah penjumlahannya. Seharusnya perhitungan audit dan SP2D sama,” kata Suaedi.

Total pembayaran SP2D atau pembayaran negara kepada konsorsium PNRI untuk kartu e-KTP sebesar Rp2.275.611.203.368,00. Sedangkan, hasil audit kerugian negara oleh BPKP sebesar Rp2.376.242.440.681,00. Dari jumlah itu, hasil audit kerugian negara lebih besar ketimbang SP2D. Apalagi, terdapat selisih harga antara hasil audit dengan SP2D sebesar Rp100.631.237.313,00.

“Seharusnya hasil audit sejalan dengan SP2D yaitu Rp2,275 triliun. Tapi ini kami akui salah perhitungan,” kata Suaedi.

Namun, Ketua tim penasehat hukum Isnu Edhy Wijaya, Endar keberatan dengan pernyataan Suaedi. Endar menilai, tim auditor investigasi BPKP keliru dalam menggunakan metode perhitungan kerugian negara. Tim BPKP hanya memanfaatkan pendapat ahli untuk menilai wajar atau tidak harga yang ditawarkan konsorsium PNRI dalam perhritungan kart e-KTP. Mereka, tidak mencoba menggali informasi lebih dalam  harga nyata dan riil bahan-bahan pembuatan blanko e-KTP di pasaran. Padahal, harga satuan materi yang ditawarkan konsorsium PNRI sudah sesuai dengan harga pasar.

Untuk informasi, Konsorsium PNRI adalah pemenang tender proyek e-KTP 2011-2013. Konsorsium PNRI terdiri dari Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra. Masing-masing anggota konsorsium memiliki beban dan porsi kerja yang berbeda-beda. Dalam hal ini, Perum PNRI dan PT Sandipala diberi tugas mengurus percetakan kartu e-KTP seperti memilih penggunaan material plastik jenis Polyethylene Terephthalate (PET) atau Polyethylene Terephthalate Glycol (PETG) dan memasang chip.

Auditor BPKP menjelaskan bahwa acuan menentukan harga wajar diperoleh dari ahli. Misalnya, dalam penentuan harga material PETG, tim BPKP menggunakan harga acuan dari Ahli fisika nanomaterial ITB Mikrajuddin Abdullah. Mikrajuddin menyampaikan bahwa harga wajar material PETG sebesar Rp628,71. Harga itu hanya dihitung bahan plastiknya saja. Harga yang dihitung oleh Mikrajuddin adalah harga informasi impor PT Sandipala yang  sama dengan harga internasional. Belum termasuk ongkos pengiriman dan handling cost, seperti biaya kirim, impor dan pajak-pajaknya saat masuk ke Indonesia.

Tim BPKP lantas membandingkannya dengan harga yang diberikan konsorsium PNRI. Informasi harga PETG diketahui dari transkrip Berita Acara Pemberitaan (BAP) Yuniarto selaku mantan Direktur Produksi PNRI. Yuniarto menyatakan bahwa total harga PETG sebesar Rp2.475. Namun, harga PETG itu merupakan gabungan dari harga satuan pra cetak, PETG layer, dan material sebesar Rp975 dengan ongkos laminasi Rp1.500. Sehingga, diperoleh harga PETG sebesar Rp2.475.

“Ahli merujuk keterangan Pak Mikrajuddin sebesar Rp628,71. Itu hanya materialnya saja. Nah tapi anda membandingkan dengan yang sudah ada ongkos PETG, ongkos laminasi dan lain-lain. Ini kan sama aja anda membandingkan botol kosong tanpa kepala dengan botol kosong menggunakan kepalanya. Nah pertanyaan saya, apakah laminasi itu PETG? Itu biaya produksi bukan?” tanya Endar.

“Biaya produksi,” jawab Suaedi.

“Nah apakah adil kalau ahli membandingkan itu?” tanya Endar.

“Kami membandingkan itu sesuai judgment auditor,” jawab Suaedi. Judgment didasarkan atas keilmuan dan pengalaman seorang auditor.

Menurut Suaedi, judgment auditor diatur dalam buku PPBI Pedoman Penugasan Bidang Investigasi di  halaman 30 point 6,  dalam mengevaluasi bukti, auditor harus  menguji dan mengevaluasi seluruh bukti dengan memperhatikan juga proses kejadian  dan kerangka waktu kejadian yang dijabarkan dalam bentuk bagan/flowchart atau narasi pengungkapan fakta proses kejadian. Kedua menilai kesahihahn bukti yang dikumpulkan selama proses audit, ketiga menilai kesesuaian bukti dengan hipotesis, keempat mengindetifikasi dan mengkaji  dan membandingkan semua bukti yang ada dan relevan dan pengutamaan hakekat  serta mengembangkan dan menguji hipotesis dengan maksud untuk mengevaluasi permasalahan yang ada dalam penugasan.

Namun dalam pelaksanaan ternyata banyak yang tidak mengacu kepada PPBI. Misalnya dalam perhitungan  acuan harga chip. Tim BPKP menggunakan acuan harga chip dari pernyataan  ahli yang disebut sebagai Pakar chip Indonesia Eko Fajar Nurprasetyo sebesar Rp3.675. Nilai itu hanya dihitung untuk harga chip saja.

Tim BPKP kemudian membandingkan itu dengan harga dari konsorsium PNRI sebesar Rp5.600. Harga itu diperoleh dari transkrip BAP Yuniarto. Adapun, jumlah itu merupakan total harga chip dengan antenanya.

“Harga chip Rp3.675 diperoleh dari keterangan ahli Pak Eko (Eko Fajar Nurprasetyo-red),” kata Suaedi.

“Apakah benar hanya chip saja?” tanya Endar.

“Iya. Chip saja,” jawab Suaedi.

“Nah untuk membandingkannya itu dengan harga Rp5.600 dari Pak Yuniarto?” tanya Endar.

“Iya betul,” kata Suhaedi.

“Ahli tahu tidak kalau harga Rp5.600 itu chip plus antenanya?” tanya Endar.

“Saya tidak tahu. Karena kita hanya minta Pak Eko. Kami tanya ke Pak Eko, pak harga chip yang kita hitung untuk membandingkan harga (harga Rp5.600 dari Yuniarto), itu berapa? Lalu Pak Eko jawab Rp3.675. Jadi sepemahaman kami, chip yang dibilang Pak Eko sama dengan chip plus antena yang disamakan dengan Pak Yuniarto. Kami tidak tahu bahwa chip yang dimaksud dengan Pak Eko sama dengan chip Yuniarto,” kata Suaedi.

“Jadi apakah boleh pakai acuan yang berbeda dalam menghitung kerugian negara? Apalagi ada fakta yang berbeda. Pertama ahli mengunkan harga distribusi dalam kontrak Rp3.359,36. Itu acuan dalam kontrak tadi. Kemudian, harga personalisasi, harga mengacu pada kontrak Rp4243, 93. Kemudian, ahli untuk blanko pakai acuan lain nih, di mana untuk chip plus antena Rp5.600, lalu harga PETG Rp2.475. Itu komponen dari blanko dari RP12. 000 yang disampaikan Pak yuniarto. Nah kalau, Rp12.000 ini ditambah RP. 4.243, 93 ditambah Rp.3.359,36 jumlahnya jadi Rp19.603, 29 di mana itu di atas blanko harga e-KTP sebesar Rp16.000. Ini malah lebih besar lagi,” kata Endar.

“Berdasarkan metode audit, bukti yang kita peroleh dari vendor itu yang menurut kami sudah memenuhi syarat dan bukti dianggap relevan, kompeten dan cukup, bisa digunakan sebagai acuan,” jawab Suaedi.

Auditor merasa cukup dengan bukti keterangan ahli, sehingga tidak melakukan proses klarifikasi. Auditor juga tidak melakukan klarifikasi langsung terkait perhiungan harga dengan Perum PNRI maupun Sandipala. Suaedi membenarkan jika ada kekeliruan yang disampaikan oleh ahli -ahli yang memberikan keterangan, maka bisa berdampak pada validitas laporan.

Atas perhitungan yang salah tersebut, hakim akhirnya melanjutkan sidang dengan menghadirkan kembali saksi auditor BPKP, pada pekan depan. Lantaran kesalahan perhitungan bpkp tidak bisa serta merta dilakukan pengurangan dari hasil perhitungan auditor dan data SP2D. Selama ini angka kerugian negara dalam pecertakan kartu e-KTP sebesar 2.376.242.449.681,83 menjadi angka resmi yang dikeluarkan oleh BPKP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

84  +    =  85