Channel9.id-Jakarta. Perundungan masih menjadi masalah siswa Indonesia. Berbagai Survei menemukan bahwa anak dan remaja yang merupakan siswa jadi korban perundungan di lingkungan sekolah. Hal ini kembali jadi pembicaraan public setelah seorang siswa korban perundungan membakar sekolah dan sekarang berhadapan dengan hukum.
Survei Program for International Student Assessment 2018 menemukan bahwa jumlah korban perundungan mencapai 41% dari pelajar berusia 15 tahun. Disamping itu, Survei oleh Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak menyebut bahwa dua dari tiga anak pernah alami kekerasan dan pelaku kekerasan mayoritas adalah teman sendiri.
Tingginya jumlah perundungan di lingkungan sekolah mengharuskan sinergi berbagai pemangku kepentingan. Selain itu Inovasi mekanisme penangan perundungan juga dibutuhkan untuk menangani masalah mengakar ini. Salah satu inovasi penanganan perundungan di lingkungan Pendidikan datang dari Korea Selatan yang juga memiliki masalah serupa.
Sung Hyeon Cheon dan rekan, dalam penelitian mengenai strategi anti-bullying, menyebut bahwa inovasi metode ini bukan menargetkan perilaku individu. Namun menciptakan atmosfir nir-perundungan di ruang kelas. Metode ini disebut sebagai autonomy-supportive teaching, tujuannya adalah mengkondisikan ruang kelas yang egaliter dan memperkecil hirarki. Sehingga menghindari konflik kompetitif antar individu.
Herb Marsh dan John Marshall Reeve, yang juga bagian dari penelitian tersebut, menuliskan bahwa guru mengambil peran penting dalam ruang kelas melalui the conversation. Seorang guru harus mengambil perspektif murid, menggunakan nada yang bisa dipahami dalam komunikasi dengan murid, menjelaskan alasan rasional dibalik setiap permintaan, dan membantu menerima serta mengakui perasaan negative dari murid.
Melalui langkah tersebut, murid disebut akan menganggap guru sebagai berada di sisi mereka. Sehingga murid akan merasakan dukungan dari gurunya, ujungnya adalah perasaan tersebut menular ke rekan seumurannya. Riset tersebut menyebutkan bahwa murid akan cenderung mendukung satu dengan lain dan konflik antar mereka pun jadi rendah.
Baca juga: Dua dari Tiga Anak Usia 13-17 Tahun Pernah Mengalami Kekerasan
Dalam aspek temuan, Marsh dan Reeve menyebut bahwa autonomy-supportive model telah diuji coba. Hasilnya perilaku perundungan menjadi lebih rendah karena siswa berani untuk terlibat aktif mencegahnya.
Para pakar tersebut juga menuliskan bahwa perlindungan dari perundungan amat diperlukan oleh siswa untuk menghindari potensi depresi, kecemasan dan bahkan cenderung melukai diri sendiri.
(FB)