Channel9.id-Jakarta. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekspor nasional akan jatuh ke kisaran minus 5,2-5,6 persen pada tahun ini. Penurunan tersebut karena penyebaran pandemi virus corona (covid-19) menekan aktivitas perdagangan.
Proyeksi ini disampaikan dalam Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2019 yang diluncurkan, Senin, 30 Maret 2020. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, mengatakan pertumbuhan ekspor akan tertekan akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global, penurunan volume perdagangan, dan rendahnya harga komoditas. “Terganggunya rantai suplai global akibat Covid-19 juga diprakirakan dapat mempengaruhi ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan antara yang diproduksi di negara lain,” kata Perry dalam laporan tersebut.
Sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan terkena hantaman paling besar. Sebab, permintaan komoditas ekspor utama turun, terutama dari Cina. “Selain ekspor barang, ekspor jasa juga diprakirakan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi karena Covid-19,” kata Perry.
Sejalan dengan prospek pelemahan ekspor, impor pun juga akan terpuruk. Proyeksi bank sentral laju impor melorot sampai minus 8,9-9,3 persen pada 2020. “Investasi nonbangunan yang lemah menyebabkan impor barang modal juga tertahan.”
Selain itu, impor juga terkena dampak dari kebijakan penurunan impor yang sebelumnya sudah digencarkan pemerintahan Presiden Jokowi. Misalnya, melalui kebijakan revisi batas bea masuk barang impor, percepatan program mandatori B30, hingga optimalisasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di proyek kelistrikan dan lainnya.
Bank Indonesia juga memproyeksikan kegiatan investasi juga akan menurun, meski tidak minus. Perry mengatakan investasi kemungkinan hanya tumbuh sekitar 3,1 persen sampai 3,5 persen pada tahun ini. “Kontraksi ekspor menahan laju pertumbuhan investasi, terutama investasi nonbangunan,” kata dia.
Adapun indikator konsumsi swasta diperkirakan masih bisa terjaga di kisaran 4,6 persen hingga 5,0 persen dan konsumsi pemerintah 2,1 persen hingga 2,5 persen. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,2 persen hingga 4,6 persen pada tahun ini. “Masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi kebutuhan pokok (basic need) dan menunda konsumsi lainnya. Konsumsi seperti pakaian, transportasi, perlengkapan rumah tangga, dan leisure diprakirakan terdampak negatif,” kata Perry.
Sedangkan laju konsumsi pemerintah diproyeksi tetap tumbuh baik karena kebijakan paket stimulus ekonomi untuk menopang daya beli masyarakat di tengah pandemi corona. Kebijakan ini akan mendorong kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk segera mengakselerasi belanja dan mengurangi pengeluaran yang tidak prioritas.
Berdasarkan data BI, total stimulus fiskal pemerintah mencapai Rp33,3 triliun untuk penanganan ekonomi akibat wabah corona. Rinciannya, berasal dari paket stimulus jilid pertama senilai Rp10,4 triliun atau 0,06 persen dari PDB Indonesia. Sisanya, sebanyak Rp22,9 triliun atau 0,19 persen dari PDB Indonesia melalui paket stimulus ekonomi jilid kedua.
Laju inflasi diperkirakan tetap berada di sasaran target sebesar 3 persen plus minus 1 persen. Begitu pula dengan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sebesar 2,5 persen sampai 3,0 persen dari PDB.