Channel9.id, Jakarta – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) membantah pernyataan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut kebijakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk polyester oriented yarn (POY) dan draw textured yarn (DTY) dapat mengganggu persaingan usaha.
Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa kebijakan tersebut justru menjadi langkah pemerintah untuk menanggulangi praktik perdagangan tidak adil berupa dumping yang merugikan industri tekstil nasional.
Menurut Redma, penerapan BMAD telah melalui investigasi resmi oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Hasilnya menunjukkan bahwa produk impor dijual jauh di bawah harga pasar, bahkan lebih rendah dari harga di negara asal. “Pemerintah, khususnya Kemendag, sudah memproses dan membuktikan adanya dumping. Ini bukan opini semata,” ujarnya, dikutip Jumat (30/5/2025).
Redma menilai dumping adalah bentuk persaingan tidak sehat yang justru seharusnya menjadi perhatian KPPU. Ia menekankan bahwa tujuan BMAD adalah menciptakan persaingan yang adil dan memberi ruang bagi industri lokal untuk bangkit kembali.
Kekhawatiran KPPU terkait dominasi satu produsen POY dalam negeri juga dibantah. Redma menjelaskan bahwa sebelumnya terdapat lima produsen lokal, namun empat di antaranya berhenti beroperasi akibat tekanan dumping. Dengan adanya BMAD, ia berharap industri hulu dapat pulih dan tidak lagi didominasi satu perusahaan saja.
“Kalau perusahaan yang mati bisa bangkit lagi, total produksi POY bisa mencapai 430.000 ton per tahun. Sekitar 130.000 ton di antaranya dapat menggantikan impor,” jelasnya.
Redma juga menyoroti pentingnya keadilan harga. Ia mengungkapkan bahwa produk POY dari luar negeri dijual di bawah US$1 per kilogram, padahal harga pasar normal berada di kisaran US$1,15–US$1,20. Menurutnya, kondisi ini merupakan indikasi kuat dari praktik dumping.
Meski demikian, APSyFI tetap menghormati peran KPPU dalam menjaga iklim persaingan. Redma berharap lembaga tersebut bisa melihat kebijakan BMAD sebagai bagian dari solusi untuk mengembalikan keseimbangan industri, bukan sebagai hambatan.
“Saya yakin, dengan komunikasi yang baik, KPPU bisa memahami bahwa ini adalah bentuk perlindungan terhadap industri nasional, bukan penghalang persaingan,” pungkasnya