Channel9.id-Jakarta. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur, Moh. Amin, mengatakan ada sejumlah kerawanan pada Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19. Potensi kerawanan tersebut di antaranya penyalahgunaan bantuan sosial (bansos), terutama oleh calon pejawat atau petahana.
“Kondisi ekonomi yang sulit memiliki potensi maraknya politik uang, termasuk mengawasi dugaan bansos digunakan untuk kepentingan Pilkada,” kata Amin dikonfirmasi Rabu (08/07).
Amin mengatakan, ada 19 daerah di Jatim akan menggelar Pilkada pada 9 Desember 2020. Yaitu Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Ngawi, Trenggalek, Kediri, Lamongan, Tuban, Gresik, Mojokerto, Malang, Blitar, Sidoarjo, Sumenep, Jember, Situbondo, Banyuwangi, kemudian Kota Blitar, Kota Pasuruan, dan Kota Surabaya.
Dari 19 daerah tersebut, ada sembilan yang bupati, wali kota atau wakilnya berpotensi maju kembali, karena belum menjabat dua periode. Yaitu Kabupaten Sidoarjo, Mojokerto, Trenggalek, Malang, Ponorogo, Blitar, Kota Blitar, Kota Pasuruan, dan Kabupaten Jember.
“Oleh karena itu, kami harus mengantisipasi politisasi Bansos, dan penggunaan fasilitas pemerintah oleh para petahana,” ujar Amin.
Amin mengemukakan adanya aparatur sipil negara (ASN) di enam daerah yang diduga melakukan politisasi Bansos.
Namun demikian, Amin enggan mengungkap daerah dan ASN mana saja yang dimaksud. Amin juga menyebut ada ASN yang diduga tidak netral di 13 daerah. Sebagian, kata dia, sudah disanksi, meski ada juga yang lolos karena tidak terbukti melanggar.
Amin berjanji akan mengawasi dengan mendahulukan pencegahan. Amin juga mengaku terus berupaya meningkatkan pengawasan partisipatif, pengembangan teknologi, dan penindakan pelanggaran.
“Kami akan terus mengawasi jalannya Pilkada sesuai dengan peraturan yang ada, dengan metode mencegah, mengawasi, dan menindak,” tambahnya.
Sebelumnya, Bawaslu RI mengimbau bakal pasangan calon kepala daerah dan tim kampanye mematuhi aturan selama penyelenggaraan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Meskipun Pilkada 2020 digelar pada masa pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19), namun penindakan terhadap pelanggaran kepemiluan tetap dilakukan mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Hal itu disampaikan anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (07/07).
“Tidak ada esensi yang hilang. Aturan di undang-undang pemilihan tetap,” kata Frirz usai diskusi Kesiapan Penegakan Hukum Dalam Pemilihan Kepala Daerah Di Masa Pandemi Covid-19.
“Melihat aturan apa saja yang sudah ada diatur dalam undang-undang dan bagaimana yang bisa dianggap pelanggaran dan mana yang tidak,” ujarnya.
Pada bulan Juni lalu, Bawaslu RI sudah mengumumkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 yang telah dimutakhirkan. Berdasarkan hasil penelitian, pandemi Covid-19 menyebabkan kerawanan Pilkada 2020 meningkat.
Menurut Fritz, ada empat hal yang menjadi perhatian. Pertama, kerawanan bagaimana menjaga kesehatan bagi penyelenggara Pilkada.
Kedua, mewaspadai faktor ekonomi, seperti meningkatnya politik uang di masyarakat.
Ketiga, potensi penyalahgunaan bantuan sosial. Dan, keempat, meningkatkan partisipasi masyarakat menggunakan hak suara di tempat pemungutan suara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melangsungkan Pilkada 2020, di 270 daerah pada 9 Desember 2020. (IG)