Channel9.id-Surabaya. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menggagalkan impor satu kontainer pulpen palsu dari Tiongkok di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pulpen palsu tersebut menggunakan merek Standard dan diimpor oleh PT PAM.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat mengatakan, pulpen palsu yang diimpor sebanyak 858.240 buah dalam satu kontainer. Nilai impor diperkirakan hanya mencapai Rp 1,01 miliar.
“Dengan merek Standard AE7 Alfa Tip 0.5 made in Indonesia ,” kata Syarif dikutip dari keterangan resmi, Kamis (9/1).
Ia menjelaskan, impor ratusan ribu pulpen tersebut dilakukan pada 6 Desember 2019. Penangkapan tersebut merupakan kasus pengungkapan pemalsuan merek yang pertama sejak diberlakukannya Undang-Undang atau UU nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Saat ini sudah ada tujuh merek dan dua hak cipta yang telah tercatat dalam sistem ini, salah satunya dari PT Standardpen Industries.
Heru bercerita, ketika menemukan satu kontainer pulpen tiruan ini, bea cukai mengirim notifikasi kepada PT Standardpen Industries. Lalu perusahaan itu mengonfirmasi untuk melakukan penangguhan sementara melalui pengadilan niaga di Pengadilan Negeri Surabaya.

Menurut Heru, ungkap kasus barang impor tiruan atau merek palsu ini merupakan yang pertama sejak diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2017, menyusul diberlakukannya Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006, sebagai revisi dari UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Sejak diterbitkan PP Nomor 20 Tahun 2017, perangkat hukum kepabeanan dengan sistem “border measure” HKI semakin lengkap, diperkuat oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.04/2018 sampai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 06 Tahun 2019.
Oleh karena itu, pengawasan dan penindakan HKI lebih optimal karena Bea Cukai, Mahkamah Agung, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual serta Pengadilan Niaga telah terintegrasi. Sistem ini memangkas waktu dan jalur birokrasi lintas kementerian atau lembaga.
“Penindakan atas barang impor yang melanggar HKI sangat penting dalam melindungi industri dalam negeri, terutama pemilik atau pemegang merek atau hak cipta maupun industri kreatif dalam negeri agar dapat tumbuh dan memiliki daya saing sehingga dapat berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak,” ucap Heru.
Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Nursyam menuturkan setelah resmi ditangguhkan hari ini, pemilik atau pemegang merek selanjutnya dapat meningkatkan proses hukum. Ada dua alternatif yang bisa dipilih, yakni pidana atau perdata.
Jika menempuh jalur pidana, pelaku bisa dijerat Pasal 99 UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar rupiah.