Oleh:Yanuar Iwan.S.
Mulai detik ini kita singkirkan semua gambaran klasik mengenai Kartini,gambaran sejarah yang direkayasa kolonialisme Belanda didalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya di Hindia,bahwa Kartini adalah wanita yang dipingit,dipaksa menikah,berkeluarga,kemudian meninggal.Frame yang sengaja dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda bahwa Kartini hanya seorang pejuang Emansipasi wanita.
Emansipasi wanita yang diperjuangkan Kartini hanyalah salah satu episode dalam kehidupannya,kerangka dasar yang diperjuangkan Kartini adalah menghancurkan tembok-tembok kokoh feodalisme,feodalisme adalah corak sosial masyarakat yang dibentuk dan dimapankan oleh kolonialisme,implementasi feodalisme adalah diskriminasi atau perbedaan disetiap bidang kehidupan sosial kemasyarakatan,pribumi atau bumi putra menjadi alat-alat produksi dalam sistem ekonomi kolonial strata sosial pribumi berada digaris paling rendah sistem masyarakat terjajah.
Tidak ada cara lain bagi Kartini untuk menghancurkan kolonialisme dengan turunannya yang bernama feodalisme, kecuali dengan belajar mandiri,feodalisme,kolonialisme,dan kedudukan perempuan didalam budaya Jawa dimasanya telah menutup harapannya untuk merasakan pendidikan formal yang tinggi.
Kartini sudah menerapkan filsafat dialektikanya Hegel jauh sebelum fakultas dan jurusan-jurusan filsafat tumbuh dan berkembang diperguruan-perguruan tinggi dinegeri ini.
Dialektika dalam gejolak batinnya terlihat jelas didalam surat-suratnya,Kartini pernah mengutip ucapan seorang pembesar pribumi,bahwa… orang Jawa terutama kaum aristokratnya,bagi dirinya sendiri lebih suka dihidangi nasi putih diatas meja makannya,tapi tak rela melihat orang lain demikian juga;bagi orang lain dianggapnya nasi jagung sudah lebih dari cukup.”Pertahankanlah kebodohan khalayak ramai orangpun akan tetap berkuasa atas mereka”. Demikian semboyan banyak,kebanyakan pejabat tinggi yang makan hati melihat orang lain juga berusaha mendapatkan ilmu dan pengetahuan.
Kartini juga mengkritik sistem feodalisme Jawa,katanya:”Tentang anak-anak ambtenaar didalam masyarakat dengan gagasan berkarat,bahwa seorang Raden Mas atau Raden Ajeng dan sebagainya adalah mutlak makhluk-makhluk dari susunan atas,yang berwenang,berhak,mendapatkan penghormatan ilahiah dari rakyat,telah banyak tamasya-tamasya tentangnya kami lihat,pemandangan yang menyebabkan kami menggigil.Karena jengkel,pada kesempatan-kesempatan semacam itu kami berdiam-diam saja;tiada dapat bicara maupun tertawa;kejengkelan dan rasa kasihan menyumbat mulut kami”.(Pramoedya Ananta Toer,Panggil Aku Kartini Saja).
Islam menurut Kartini adalah agama yang mencerahkan karena mengkombinasikan ibadah,akal sehat,dan hati nurani yang wajib diimplementasikan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan singkatnya ada kesesuaian nilai-nilai Islam dengan perkataan dan perbuatan.Dari pola pikir Kartini yang terlihat jelas didalam surat-suratnya kita bisa menarik kesimpulan bahwa kekuatan pikirannya telah melampaui zamannya,Kartini mengajak kita untuk tidak pragmatis dan skeptis,tidak menerima begitu saja realita-realita sosial yang ada dimasyarakatnya.
Proses belajar sepanjang hayat menjadi dasar didalam proses penjelajahan dan perkembangan intelektualitas Kartini,seperti Voltaire,Monteque,dan JJ Rousseau,Kartini telah merubah wajah negerinya melalui kekuatan pena bukan dengan people power tetapi dengan literasi jauh sebelum Departemen Pendidikan dan kebudayaan mengkampanyekan pentingnya literasi.Kartini telah membuka mata hati kita,bagaimana sebaiknya kita berbuat untuk bangsa dan menjalankan kehidupan dengan kekuatan agama,akal sehat,dan hati nurani,karena kita adalah manusia yang bertugas menjadi manusia.
Depok,21 April 2019.