Channel9.id – Jakarta. Retno Listyarti, Pemerhati Anak dan Pendidikan menyoroti kasus video syur mirip selebritas Rebecca Klopper (RK). Menurutnya, kasus tersebut sarat akan kekerasan dalam pacaran. Pasalnya, si penyebar konten tersebut diduga mantan pacar RK yang kerap mengancam RK.
“Kasus RK seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak, terutama para remaja putri untuk memahami kekerasan yang kerap terjadi dalam pacaran, namun tidak disadari karena pelaku selalu mengatasnamakan cinta dan menyalahkan korban sebagai alibi mengapa dia melakukan tindak kekerasan terhadap korban,” kata Retno dalam keterangan tertulis kepada Channel9.id di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).
Menurut Retno, kekerasan dalam pacaran atau dating violence adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan yang meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas. Kekerasan ini sering terjadi, namun kurang mendapat sorotan sehingga korban maupun pelakunya tidak menyadarinya.
Kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.
“Pemahaman yang terbatas mengenai diri dan relasi mengakibatkan banyak perempuan menganggap pembatasan aktivitas merupakan hal yang wajar, bahkan bentuk kepedulian dan perasaan sayang dari pasangan,” ungkap Retno.
Lebih lanjut, Retno mengungkapkan jenis-jenis kekerasan dalam pacaran. Pertama, kekerasan fisik seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik yang lain.
Kedua, kekerasan emosional atau psikologis seperti mengancam, memanggil dengan sebutan yang mempermalukan pasangan menjelek-jelekan dan lainnya.
Ketiga, kekerasan ekonomi seperti meminta pasangan untuk mencukupi segala keperluan hidupnya seperti memanfaatkan atau menguras harta pasangan.
Keempat, kekerasan seksual seperti memeluk, mencium, meraba hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual dibawah ancaman.
Kelima, kekerasan digital, seperti panggilan telepon atau whatsApp yang tidak diinginkan, pelecehan dalam media sosial, dan tekanan untuk mengirim foto telanjang atau pribadi (disebut “sexting”).
Menggunakan teks atau media sosial untuk ngecek, menghina, atau mengendalikan pasangannya boleh bertemu atau berteman dengan siapa saja, menuntut password pasangan di media sosial atau email, serta menuntut jawaban segera atas WA, email, dan telepon darinya.
“Para remaja perlu diedukasi bahwa, dalam suatu relasi yang sehat kedua pasangan menghormati batas batas. Kalau seorang perempuan merasa tidak nyaman, tidak perlu mengirimkan foto. Sekali kirim foto yang terbuka, seorang perempuan tidak bisa mengendalikan siapa yang akan melihat. Pasangannya bisa kirim foto itu pada siapapun,” tegas Retno.
Baca juga: Kasus Rebecca Klopper, Pemerhati Anak Remaja Putri Harus Tolak Kekerasan dalam Pacaran
HT