Oleh: Arcandra Tahar*
Channel9.id-Jakarta. ENI (Ente Nazionale Idrocarburi atau Otoritas Hidrocarbon Nasional) adalah perusahaan minyak multi-nasional milik pemerintah Italia. Dari namanya kita bisa menebak bahwa ENI dulunya adalah salah badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di sektor minyak dan gas (migas) di Italia.
Perusahaan ini didirikan pada tanggal 10 Februari 1953, beberapa tahun setelah berakhirnya perang dunia kedua dimana Italia termasuk dari negara yang kalah perang. Dengan situasi seperti ini maka adalah tepat bagi Italia untuk mendirikan perusahaan minyak yang dimiliki dan dikontrol oleh negara.
Menurut pemimpin Italia pada waktu itu, untuk membangun negara yang hancur akibat perang diperlukan perusahaan minyak yang handal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Keamanan suplai (energy security) menjadi tujuan utama dalam pendirian ENI. Seperti yang kita tahu, Italia tidak punya cadangan minyak yang signifikan sehingga mengandalkan impor minyak dari negara lain.
Dengan situasi ini, inisiatif untuk mendirikan Perusahaan minyak nasional tidak bisa diserahkan ke pihak swasta mengingat kebutuhan yang besar dalam hal pendanaan, sumber daya manusia dan teknologi. Inilah salah satu alasan kenapa ENI harus berbentuk BUMN pada awal pendiriannya.
Namun apa yang cocok ditahun 1950-an belum tentu sesuai dengan situasi bisnis ditahun 1990-an. Misi awal yang akan menjadikan ENI sebagai champion di dalam negeri, sehingga bisa mengurangi ketergantungan akan dominasi asing, menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan mampu mengolala kekayaan alam Italia untuk kemakmuran rakyat makin hari makin jauh dari realita.
Selain misi yang sudah melenceng jauh dan situasi keuangan yang terus merugi, orang-orang berintegritas yang peduli akan nasib ENI akhirnya menunjuk CEO baru yang bernama Franco Bernabe pada tahun 1992. Beliau salah seorang arsitek yang merestrukturisasi FIAT di tahun 1980-an.
Sebelum memulai usaha-usaha perbaikan di ENI, Bernabe mencari akar masalah yang membuat ENI menjadi terpuruk. Dalam proses ini beliau menjadi musuh banyak pihak baik dari dalam ENI sendiri maupun dari luar. Apa sebenarnya akar masalah yang dilihat oleh Bernabe?
Pertama, campur tangan politik yang terlalu jauh baik dari partai politik, parlemen maupun dari birokrat di Kementerian yang membuat ketidakefisienan dalam menjalankan bisnis dan terbelenggu dalam kepentingan individu dan kelompok. Akibatnya inovasi jadi terhambat dan teknologi-teknologi baru yang membuat biaya menjadi kompetitif tidak bisa terlaksana. Kepentingan para pemilik teknologi lama yang sudah menikmati keuntungan ekonomi selama bertahun-tahun berusaha untuk menggagalkan setiap usaha perbaikan dari sisi teknologi baru. Disisi lain, National Oil Company (NOC) yang berada di negara lain sudah jauh lebih maju
Masalah kedua yang dihadapi ENI adalah terlalu lama menikmati monopoli untuk pasar di dalam negeri dan adanya hak-hak khusus yang diberikan negara dalam mengelola resources di Italia. Akibatnya, ENI menjadi tidak responsif terhadap masukan dan kritik dari konsumen dan partner bisnisnya. Budaya kerja yang lamban dan proses bisnis yang berbelit-belit menjadi hal biasa di ENI pada saat itu.
Masalah ketiga yang dihadapi ENI adalah terlalu berpuas diri terhadap pencapaian yang sudah diraih. Merasa telah memberikan kontribusi yang besar terhadap negara sehingga tidak memerlukan investasi untuk pengembangan bisnis kedepan. Pimpinan dan staf yang bekerja merasa sudah menjadi orang terbaik yang mengakibatkan talenta-talenta hebat sudah tidak diperlukan lagi. Akibatnya teknologi usanglah yang terus dipakai karena sudah puas dengan apa yang ada.
Inovasi teknologi dan sumber daya manusia yang handal merupakan kunci bagi industri oil and gas mampu bertahan hidup sampai sekarang. Dapat dibayangkan kondisi ENI sewaktu Bernabe mulai memegang tampuk pimpinan.
Masalah keempat yang dihadapi ENI adalah keputusan untuk berinvestasi banyak berdasar pada kepentingan politik bukan pada kelayakan teknologi dan ekonomi. Akibatnya tumbuhlah budaya makelar (fortune seekers) untuk mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat. Kepentingan ENI untuk tumbuh dan berkembang secara sehat otomatis jadi terganggu.
Semua penyakit kronis yang dihadapi ENI pada saat itu mengakibatkan subsidi energi pemerintah Italia menjadi membengkak. Dana pemerintah untuk membiayai proyek-proyek investasi yang memberikan nilai tambah menjadi terbatas.
Pada saat dana pemerintah terbatas untuk memberikan subsidi, bank-bank di negara lain yang menyediakan pinjaman mengalami kesulitan keuangan sementara laporan keuangan Perusahaan sudah berdarah-darah, disitulah titik balik dari seorang CEO ENI untuk memutuskan ENI harus di privatisasi.
Sebelum keputusan privatisasi ini dibuat, Bernabe datang ke Houston pada tahun 1995 untuk mendapatkan nasehat kepada sekelompok orang untuk privatisasi. Pada tahun itu juga akhirnya sebagian saham pemerintah dijual lewat bursa saham. Pemerintah Italia tetap sebagai pemegang saham pengendali (golden share).
Sampai tahun 1997, pemerintah Italia sudah mendapatkan dana segar sebesar USD 17.6 miliar. Dan keuntungan Perusahaan pada tahun 1996 sudah mencapai USD 3 miliar. Sebuah restrukturisasi yang sukses.
Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa Bernabe harus ke Houston, bagaimana prosesnya IPO nya dan apa yang dilakukan ENI sebelum IPO agar investor tertarik? Ini bisa kita diskusikan dalam kesempatan lain. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Lima Strategi Jepang dalam Membangun Keamanan Energi