Channel9.id-Jakarta. Salah satu cara membentengi dari serangan siber yaitu dengan menggunakan perangkat lunak atau software yang legal. Hal ini sebagaimana rekomendasi dari lembaga advokasi perangkat lunak BSA The Software Alliance.
“Serangan siber bisa terjadi karena menggunakan software yang tidak berlisensi atau ilegal,” ungkap Direktur Senior BSA Tarun Sawney, dikutip dari Antara, Rabu (26/8).
Berdasarkan temuan BSA Global Software Survey pada 2018 lalu, software tak berlisensi kerap disusupi malware atau masalah keamanan lainnya. Tak ayal bila rentan diserang. Satu dari tiga organisasi yang menggunakan software ilegal berpeluang terkena serangan siber.
Mengutip data dari IDC, BSA dalam survei tersebut mendapati satu perangkat yang diserang malware membutuhkan biaya sekitar 10 ribu USD agar bisa pulih.
Rata-rata perusahaan harus menghabiskan 2,4 juta USD untuk memulihkan seluruh perangkat yang diserang malware.
Sebagai informasi, perubahan pola kerja akibat pandemi Covid-19–yang membuat karyawan harus bekerja dari rumah dan menggunakan perangkat dan sambungan pribadi, meningkatkan risiko penyerangan siber. Berbeda dengan perusahaan yang memiliki tim TI serta perangkat yang sudah dibentengi dengan beragam fitur keamanan tambahan.
BSA lebih lanjut menjelaskan, saat menggunakan perangkat lunak yang legal, perangkat akan diperbarui secara berkala guna mendapat pengamanan termutakhir.
Pun pengguna akan mendapat notifikasi dan bantuan dari penyedia software ketika ada celah keamanan, sesuatu yang tak didapat dari perangkat lunak ilegal.
BSA juga menyebut bahwa software legal juga telah diuji coba. Sehingga pengguna akan mendapat produk yang stabil.
(LH)