Channel9.id, Jakarta – Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. Kebijakan ini dinilai sebagai terobosan penting dalam memperkuat iklim investasi nasional. Kementerian Investasi/BKPM menyebut, aturan baru tersebut akan mendorong kepastian hukum, menyederhanakan birokrasi, dan mempercepat proses investasi.
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM, Riyatno, menyampaikan bahwa keyakinan untuk mencapai target investasi tahun 2025 sebesar Rp1.905,6 triliun semakin besar setelah hadirnya PP 28/2025.
“Realisasi investasi kuartal I sudah lebih dari 24%. Dengan PP ini, kami makin optimistis target nasional bisa tercapai sesuai arahan Presiden dalam RPJMN,” ujar Riyatno di Jakarta, Senin (30/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut menghadirkan kepastian waktu dalam proses perizinan melalui penerapan Service Level Agreement (SLA) dan prinsip fiktif positif. Dengan SLA, semua jenis perizinan—mulai dari dasar, usaha, hingga penunjang—memiliki batas waktu layanan yang jelas. Jika instansi terkait tidak merespons dalam jangka waktu yang ditentukan, sistem OSS-RBA akan secara otomatis menerbitkan izin, khususnya bagi usaha dengan risiko rendah.
“Ini sangat krusial bagi pelaku usaha. Mereka tidak lagi menunggu ketidakpastian tanpa batas waktu. Untuk sektor risiko rendah dan menengah-rendah, perizinan bisa otomatis keluar,” tambahnya.
Sementara itu, untuk usaha berisiko tinggi, tetap diberlakukan verifikasi dari instansi teknis, namun dalam batas waktu yang ketat sebagaimana diatur dalam SLA.
Implementasi penuh PP 28/2025 akan dimulai pada 5 Oktober 2025, setelah masa transisi selama empat bulan. BKPM juga dijadwalkan menerbitkan peraturan pelaksana pada Juli 2025.
Tiga Perbedaan Utama PP 28/2025
Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengungkapkan bahwa PP ini membawa tiga inovasi besar dibanding aturan sebelumnya:
Penerapan SLA: Setiap tahapan perizinan wajib diselesaikan dalam batas waktu tertentu. Misalnya, proses kesesuaian ruang di ATR/BPN maksimal 25 hari kerja atau 40 hari jika ada revisi.
Fiktif Positif: Jika permohonan tidak direspons dalam tenggat waktu, izin akan terbit otomatis. Kebijakan ini akan diberlakukan bertahap di sejumlah kementerian teknis seperti ATR/BPN, KLHK, KKP, PUPR, serta sektor-sektor seperti pertanian, ESDM, pariwisata, dan industri. Integrasi Sistem OSS-RBA: Semua perizinan—baik dasar, sektoral, maupun penunjang—wajib dilakukan lewat sistem OSS-RBA yang dikelola oleh BKPM. Tidak ada lagi sistem izin sektoral yang berjalan sendiri.
Susiwijono menambahkan bahwa OSS-RBA kini juga dilengkapi dengan tiga subsistem tambahan: persyaratan dasar, fasilitas berusaha, dan kemitraan. OSS-RBA juga ditetapkan sebagai satu-satunya rujukan hukum dalam proses perizinan, dan pemerintah melarang adanya syarat tambahan di luar ketentuan PP ini, baik oleh kementerian, lembaga daerah, maupun pengelola kawasan.
“Tujuan utama dari PP ini adalah menyederhanakan regulasi, menciptakan kepastian berusaha, dan menyelaraskan kebijakan pusat-daerah. Ini akan membuat iklim investasi Indonesia jauh lebih kompetitif,” pungkasnya.