Channel9.id – Jakarta. Sejarawan Indonesia Bonnie Triyana dipolisikan oleh Federasi Indo-Belanda (FIN) di Deen Haag, Belanda beberapa waktu lalu. Bonnie dipolisikan atas artikelnya mengenai penghapusan terminologi ‘Bersiap’ dalam periode pasca kemerdekaan Indonesia 1945. FIN menduga Bonnie memalsukan sejarah.
Secara umum, di Belanda, istilah ‘Bersiap’ itu untuk merujuk pada kekerasan anti-kolonial yang dilakukan orang Indonesia terhadap orang Belanda dalam rentang waktu 1945 – 1950.
Namun, dalam tulisan Bonnie, istilah ‘Bersiap’ itu dipandang sebagai simbol kolonialisme berdasarkan hierarki ras dan hubungan kekuasaan feodal. Menurut Bonnie, penggunaan istilah ‘Bersiap’ secara umum untuk kekerasan kepada Belanda selama periode tersebut, berkonotasi sangat rasis.
Baca juga: Sejarawan Bonnie Triyana Dimaki Netizen Belanda
Koordinator Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNJ, Humaidi, M. Hum menyampaikan, ketidaksetujuan terhadap pendapat Bonnie seharusnya tidak berujung pelaporan ke kepolisian. Perbedaan pendapat masih bisa didiskusikan, bukan dipolisikan.
“Ketidaksetujuan atas pendapat Bonnie, sangat bisa didiskusikan, bukan dilaporkan ke pengadilan. Jangan lupa, orang Indonesia juga menjadi korban pembantaian di Rawagede,” ujar Dosen Pendidikan Sejarah ini, Sabtu 22 Januari 2022.
Humaidi menjelaskan, masa ‘Bersiap’ merupakan sebuah masa yang ditandai maraknya tindakan kriminal dan kekerasan dengan sasaran orang Belanda, Indo-Belanda atau kelompok yang dianggap memihak Belanda. Istilah ‘Bersiap’ ini, kata Humaidi, digunakan dalam perspektif kolonial atau Belanda Sentris.
Sedangkan, dalam perspektif Indonesia sentris, masa itu dikenal sebagai masa agresi. Sebab, Belanda ingin kembali mengembalikan kekuasaanya seperti sebelum zaman kependudukan Jepang, sekalipun Indonesia kala itu sudah menyatakan diri sudah merdeka.
Humaidi menegaskan, sebenarnya, pertumpahan darah yang terjadi ketika itu adalah respons terhadap penolakan kembali atas ancaman kolonialisme.
“Inilah yang dinamakan revolusi sosial, sebuah revolusi dalam revolusi,” kata Humaidi.
Terkait kasus Bonnie, Humaidi menilai, Bonnie sudah menyampaikan pendapatnya sesuai dengan porsinya yakni sebagai sejarawan Indonesia.
“Bahwa konsepsi ‘Bersiap’ tersebut jangan hanya seakan melihat pertumpahan darah dimasa itu saja, dimana banyak orang Belanda menjadi korban. Padahal apa yang terjadi dimasa itu adalah sebagai sebuah akumulasi atas penentangan penjajahan yang sudah berlangsung lama,” demikian Bonnie.
Oleh karena itu, ketidaksetujuan atas pendapat Bonnie, sangat bisa didiskusikan, bukan dilaporkan ke pengadilan.
“Saya kira orang Indonesia sangat menerima jalannya diskusi yang sehat dan mencerahkan, bukan sekedar menjadi alat propaganda politik belaka,” pungkas Humaid.
Adapun tulisan Bonnie tersebut ditulis sebagai pengantar untuk galeri pameran yang digelar Rijksmuseum, Amsterdam yang akan dibuka pada 11 Februari dan berlangsung hingga Juni 2022. Pada pameran itu, Bonnie tercatat sebagai kurator tamu.
Dalam tulisanya, Bonnie menjelaskan, istilah ‘Bersiap’ selalu menggambarkan orang Indonesia yang primitif dan tidak beradab sebagai pelaku kekerasan, yang tidak sepenuhnya bebas dari kebencian rasial. Padahal, menurut Bonnie, akar masalahnya terletak pada ketidakadilan yang diciptakan kolonialisme yang membentuk struktur masyarakat hierarkis berbasis rasisme serta menyelimuti eksploitasi daerah jajahannya.
Setelah berakhirnya pendudukan Jepang pada 1945, Belanda bersiap menguasai kembali daerah jajahannya dengan mengerahkan ribuan pasukan. Dalam buku sejarah Indonesia, ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda, yang pertama pada 1947 dan kedua pada 1949.
Upaya Belanda ini dilawan sengit pejuang kemerdekaan Indonesia. Diperkirakan 5.000 tentara Belanda dan sedikitnya 100.000 orang Indonesia tewas dalam periode itu.
Adapun, pameran Rijksmuseum akan menampilkan 200 objek, termasuk bahan arsip, dokumen, foto, dan lukisan, termasuk tujuh lukisan terpenting dalam sejarah Indonesia sebagai bagian dari pameran. Selain itu, juga ditampilkan Kawan-kawan Repoeloesi oleh Sudjojono dan Biografi II di Malioboro karya Harijadi Sumadidjaja.
Pameran ini dikuratori dua kurator sejarah Rijksmuseum, Harm Stevens dan Marion Anker, serta dua kurator tamu Indonesia: Bonnie Triyana dan kurator Amir Sidharta. Usai gelaran di Amsterdam, pameran serupa juga akan digelar di Museum Nasional pada 2023 mendatang.
HY