Channel9.id – Jakarta. Sejarawan Indonesia Bonnie Triyana dipolisikan oleh Federatie Indische Nederlanders (FIN) di Den Haag Belanda pada 13 Januari 2022 lalu. Bonnie menduga dirinya disangkakan dengan pasal dugaan penghinaan atas kelompok minoritas.
“Ya. Dilaporkan ke kantor polisi Den Haag oleh Federatie Indische Nederlanders (FIN) pada 13 Januari lalu,” kata Bonnie, Sabtu 6 Februari 2022. “Kabarnya penghinaan atas kelompok minoritas. Tapi belum jelas,” lanjutnya.
Bonnie dipolisikan atas artikel opininya yang menolak istilah ‘Bersiap’ dalam pameran di Rijksmuseum Februari sampai Juni 2022.
Baca juga: Bonnie Triyana Dipolisikan di Belanda, Dosen Sejarah UNJ: Ketidaksetujuan Masih Bisa Didiskusikan
Sejarawan Indonesia penerima anugerah MURI sebagai pemrakarsa majalah sejarah di Indonesia ini, belum bisa menjelaskan lebih lanjut terkait kasus yang menimpanya. Saat ini, dia belum menerima informasi detail karena baru tiba di Belanda.
“Karena saya baru tiba di Amsterdam dan baru Selasa bertemu lawyer di sini,” ucap Bonnie.
Bonnie pun menyayangkan langkah yang ditempuh oleh FIN. Menurutnya, perbedaan pendapat masih bisa dibahas dalam iklim diskusi yang sehat.
“Ya mestinya di Belanda ini ada kebebasan berpendapat yang dijamin. Harusnya argumen balas argumen dalam suasana debat yang sehat ” ujar Bonnie.
Bonnie berharap, kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi orang Belanda maupun orang Indonesia, bahwa melihat sejarah harus dengan jiwa besar.
“Melihat sejarah dengan jiwa besar, berani menghadapi kenyataan pahit di masa lalu dan memperbaiki keadaan di masa kini yang mungkin saja menyisakan residu dari masa lalu,” pungkasnya.
Bonnie dipolisikan atas artikelnya mengenai penghapusan terminologi ‘Bersiap’ dalam periode pasca kemerdekaan Indonesia 1945.
Secara umum, di Belanda, istilah ‘Bersiap’ itu untuk merujuk pada kekerasan anti-kolonial yang dilakukan orang Indonesia terhadap orang Belanda dalam rentang waktu 1945 – 1950. Namun, dalam tulisan Bonnie, istilah ‘Bersiap’ itu dipandang sebagai simbol kolonialisme berdasarkan hierarki ras dan hubungan kekuasaan feodal. Menurut Bonnie, penggunaan istilah ‘Bersiap’ secara umum untuk kekerasan kepada Belanda selama periode tersebut, berkonotasi sangat rasis.
Adapun tulisan Bonnie diterbitkan oleh media Belanda berhaluan liberal NRC. Tulisan itu lantas memunculkan polemik di masyarakat Belanda bahkan dibawa ke parlemen Belanda.
Tulisan Bonnie tersebut ditulis sebagai pengantar untuk galeri pameran yang digelar Rijksmuseum, Amsterdam yang akan dibuka pada 11 Februari dan berlangsung hingga Juni 2022. Pada pameran itu, Bonnie tercatat sebagai kurator tamu.
Dalam tulisanya, Bonnie menjelaskan, istilah ‘Bersiap’ selalu menggambarkan orang Indonesia yang primitif dan tidak beradab sebagai pelaku kekerasan, yang tidak sepenuhnya bebas dari kebencian rasial. Padahal, menurut Bonnie, akar masalahnya terletak pada ketidakadilan yang diciptakan kolonialisme yang membentuk struktur masyarakat hierarkis berbasis rasisme serta menyelimuti eksploitasi daerah jajahannya.
Setelah berakhirnya pendudukan Jepang pada 1945, Belanda bersiap menguasai kembali daerah jajahannya dengan mengerahkan ribuan pasukan. Dalam buku sejarah Indonesia, ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda, yang pertama pada 1947 dan kedua pada 1949.
Upaya Belanda ini dilawan sengit pejuang kemerdekaan Indonesia. Diperkirakan 5.000 tentara Belanda dan sedikitnya 100.000 orang Indonesia tewas dalam periode itu.
Adapun, pameran Rijksmuseum akan menampilkan 200 objek, termasuk bahan arsip, dokumen, foto, dan lukisan, termasuk tujuh lukisan terpenting dalam sejarah Indonesia sebagai bagian dari pameran. Selain itu, juga ditampilkan Kawan-kawan Repoeloesi oleh Sudjojono dan Biografi II di Malioboro karya Harijadi Sumadidjaja.
Pameran ini dikuratori dua kurator sejarah Rijksmuseum, Harm Stevens dan Marion Anker, serta dua kurator tamu Indonesia: Bonnie Triyana dan kurator Amir Sidharta. Usai gelaran di Amsterdam, pameran serupa juga akan digelar di Museum Nasional pada 2023 mendatang.
HY