Ekbis

BPH Migas Lakukan Pengendalian dan Pengawasan Subsidi BBM Supaya Tepat Sasaran

Channel9.id – Jakarta. Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menyampaikan, pihaknya melakukan sejumlah pengendalian dan pengawasan supaya subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT) solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) pertalite bisa tepat sasaran.

Tindakan itu dilakukan supaya realisasi konsumsi tidak melebihi kuota subsidi yang disediakan pemerintah. Adapun kuota solar saat ini mencapai 15,10 juta kilo liter, sedangkan kuota pertalite mencapai 23 juta kilo liter.

Tercatat, hingga 23 Juni 2022, konsumsi dan kuota subsidi itu sudah mencapai 50 persen dengan konsumsi harian dan bulanan sudah mencapai over di atas 10 ke atas. Jika tidak dilakukan pengendalian dan pengawasan, maka kuota subsidi akan habis di antara bulan Oktober atau November 2022.

Baca juga: E2S: Subsidi BBM dan LPG Tidak Tepat Sasaran, Perlu Payung Hukum yang Tegas

“Realisasi JBKP pertalite juga sudah di atas 50 persen. Sehingga jika tidak dilakukan pengendalian bisa diproyeksikan realisasi kita di atas kuota. Karena itu perlu pengendalian konsumsi kepada yang berhak menerimanya,” kata Saleh dalam webinar SUKSE2S : Generating Stakeholders Support for Achieving Effectiveness of Fuel and LPG Subsidies, Rabu 29 Juni 2022.

Dari sisi pengendalian, BPH Migas menekankan bahwa konsumen yang berhak menerima subsidi hanya kelompok masyarakat tertentu. Kelompok masyarakat itu sudah diatur dalam Perpres nomor 191 tahun 2014.

“Misalnya transportasi, mobil pelat hitam dan pelat kuning, kemudian mobil BUMN, mobil dinas tidak disebutkan di situ yang boleh, perikanan boleh hingga pertanian,” kata Saleh.

Selain itu, diatur pula konsumsi solar per hari. “Kalau dilepas setiap orang berhak mengisi berapapun. Kami mengeluarkan regulasi, yaitu maksimal 60 liter untuk mobil kendaraan pribadi, 80 kendaraan mobil barang dan penumpang, dan 200 liter per hari untuk kendaraan roda 6 ke atas,” terang Saleh.

Untuk mengurangi kecurangan di mana kendaraan melakukan pengisian BBM di SPBU berbeda, Saleh menilai dibutuhkan memanfaatkan teknologi digital. Aplikasi MyPertamina, kata Saleh, bisa menjadi solusi.

“Kelemahannya, kita tidak tahu, seseorang mengisi berapa hari dalam sehari. Karena kita tidak punya instrumen, kita hanya bisa menjaga dia tidak boleh mengisi lebih dari itu. Nah, sistem MyPertamina itu akan bisa mengawal seseorang jika dia telah mengisi hari itu misalnya 60 liter, masa hari itu dia tidak bisa mengisi di SPBU lain sehingga lebih terkontrol,” jelas Saleh.

BPH Migas juga menerbitkan surat rekomendasi untuk pembelian solar yang diperuntukkan untuk usaha pertanian, perikanan, dan usaha mikro. Ini dilakukan agar betul-betul terjadi pengawasan yang kuat.

“Nah saat ini kami juga sedang mengusulkan revisi perpres 191. Misalnya, kita menambahkan bagaimana mengatur yang tidak boleh menerima subdisi itu mobil mewah, nah bagaimana kategorinya,” kata Saleh.

Dari sisi pengawasan, BPH Migas bekerja sama dengan aparat hukum dan pemerintah daerah. Tidak kalah penting, BPH meminta Pertamina untuk meningkatkan teknologi digital karena dinilai bisa menjawab berbagai penyimpangan yang ada. “Kalau kita punya teknologi yang bagus maka bisa diselesaikan,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

73  +    =  81