Channel9.id, Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan pengelolaan keuangan di sejumlah BUMN dan badan pemerintah lain senilai Rp43,35 triliun. Temuan ini tercatat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2025, yang disampaikan Ketua BPK, Isma Yatun, dalam rapat paripurna DPR, Selasa (18/11/2025).
Lebih jauh, Isma menekankan peran BPK dalam memperkuat tata kelola keuangan negara, termasuk melalui pemberantasan korupsi. Selama periode yang sama, BPK berhasil menghitung potensi kerugian negara mencapai Rp71,57 triliun.
“Kami juga menindaklanjuti isu lintas kementerian, lembaga, dan BUMN dengan sejumlah rekomendasi strategis,” kata Isma.
Selain itu, BPK juga menindaklanjuti isu lintas kementerian, lembaga, dan BUMN dengan sejumlah rekomendasi strategis. Salah satunya adalah perbaikan penyusunan laporan kinerja pemerintah pusat melalui evaluasi dan penyempurnaan kerangka regulasi agar akuntabilitas dan transparansi kinerja lebih kuat.
BPK juga mendorong penguatan pengendalian pemanfaatan sisa dana transfer ke daerah dengan mengembangkan integrasi Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) dengan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Langkah ini diharapkan dapat membuat proses pertanggungjawaban laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah menjadi lebih efisien dan akurat.
Selain itu, BPK menekankan perlunya revisi kebijakan kompensasi listrik dan penyesuaian tarif pada minimal tujuh golongan untuk mengurangi beban APBN 2024 hingga Rp23,73 triliun, sesuai kajian tarif keekonomian biaya pokok penyediaan tenaga listrik. Pemeriksaan dan perbaikan juga dilakukan pada penyaluran subsidi LPG 3 kg, dengan penggunaan basis data kependudukan yang akurat agar pengendalian dan ketepatan sasaran penerima subsidi lebih terjamin.
Isma Yatun meminta dukungan DPR untuk mengawasi tindak lanjut rekomendasi BPK agar transformasi akuntabilitas benar-benar menjadi efektif dalam setiap program pemerintah.
“Dengan kolaborasi ini, rekomendasi BPK diharapkan benar-benar mentransformasi akuntabilitas menjadi efektivitas nyata dalam setiap program pemerintah,” ujarnya.
Selain menemukan pemborosan, BPK turut membantu menyelamatkan keuangan negara senilai Rp69,21 triliun, yang berasal dari permasalahan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp25,86 triliun, di mana Rp1,04 triliun telah dikembalikan ke kas negara, daerah, atau perusahaan saat pemeriksaan berlangsung.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa BPK tidak hanya bertindak sebagai pengawas, tetapi juga berperan aktif dalam melindungi keuangan negara, meminimalkan potensi kerugian, dan meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran di sektor publik.





