Lifestyle & Sport

Buku Menjerat Gus Dur, Ungkap Dalang dan Proses Penjatuhan Gus Dur

Channel9.id-Jakarta. Bertepatan dengan Haul Gusdur ke-10, kanal Youtube 164 Channel dalam segmennya Talkshow Peci dan Kopi mengundang penulis buku Menjerat Gus Dur, Virdika Rizky Utama, Jumat (28/12/19).

Belakangan ini buku itu viral, lantaran menguak fakta bahwa jatuhnya Presiden Indonesia Keempat itu melibatkan jajaran elit negeri ini.

Dalam kesempatan itu, Virdika memaparkan dokumen temuannya yang ia sertakan ke dalam bukunya.

Mulanya, ia mengaku tak sengaja menemukan dokumen penting itu di Kantor DPP Golkar. Kebetulan kantor itu sedang direnovasi dan ia melihat ada tumpukan dokumen. “Saya iseng mau lihat, lalu saya sadar dokumen ini penting. Saya tertarik. Saya minta dokumennya, dibolehkan,” kata Virdika.

Virdi memaparkan, bukunya itu menyertakan dua dokumen.

“Pertama, rapat notulensi yang dilakukan di rumah Arifin Panigoro, di Jalam Brawijaya, 22 Juni 2000. Itu ditandatangani Priyo Budi Santoso. Suratnya tertanggal 3 Juli. Itu mereka marah–menurut analisis saya–karena Laksamana Sukardi dari PDIP dan Jusuf Kalla dipecat oleh Gusdur,” papar Virdika.

Hasil temuan Virdika itu menunjukkan rancangan penjatuhan Gus Dur. Pihak yang dilibatkan bukan cuma di elit politik, melainkan mahasiswa juga. “Sebut saja ini dokumen Golkar dan HMI Connection. Di situ sampai ada pembacaaan siapa saja yang akan mendukung Gus Dur dan siapa saja yang akan digalang. Itu ada,” sambungnya.

Selanjutnya, yang kedua, dokumen kedua Fuad Bawazier Januari 2001, menjelang Memorandum I. “Di situ dituliskan bagaimana Buloggate digiring isunya, Ajinomoto juga. Itu membingungkan, karena memang itu tujuannya. Antara siapa yang benar, siapa yang salah,” kata Virdika.

Ia menyadari banyaknya isu di era Gus Dur. Namun ia memfokuskan pembahasan bukunya bagaimana oposisi Gus Dur membalas dendam.

“Karena di situ jelas, di dokumennya Fiad Bawazier ada kalimat yang saya ingat sampai sekarang. ‘Kita rebut kembali kejayaan yang sudah dirampas setelah reformasi. “Dalam artian politik bisa jadi hal itu wajar. Apalagi kita reformasi, bukan revolusi. Jadi, perubahannya secara gradual, sehingga Golkar ini masih bisa berkuasa,” jelas Virdika.

Virdi berpendapat, penjatuhan Gus Dur menunjukkan bahwa Gus Dur menginginkan politik yang tidak transaksional. “Bisa kok, Gus Dur juga bisa. Tapi masalahnya, kita mau atau engga? Kita kuat atau engga? Sayangnya, Gus Dur gak punya modal politik yang besar,” lanjutnya.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  8  =