Channel9.id-Jakarta. Pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% pada awal tahun 2020. Alasannya, adanya kecenderungan peningkatan konsumsi, pertumbuhan produksi rokok yang diproyeksi meningkat. dan harga transaksi pasar lebih tinggi dibandingkan harga banderol. Akibatnya, rata-rata harga jual eceran rokok meningkat sebesar 35%.
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menilai kenaikan tarif cukai hasil tembakau berdampak negatif bagi industri rokok. Pemutusan hubungan kerja kini mengintai para pekerja.
“Kenaikan tarif cukai dan HJE (harga jual eceran) ibarat agenda tahunan yang mencekik IHT (industri hasil). Beleid tersebut berimbas pada pengurangan produksi khususnya industri sigaret kretek tangan (SKT) dan berdampak pada efisiensi tenaga kerja,” ujar Ketua FSP RTMM-SPSI, Sudarto, Minggu (04/10).
Baca juga: Waduh, RUU Cipta Kerja Buat Pesangon PHK Turun Jadi 25 Kali Upah
Sudarto menuturkan, selama 10 tahun terakhir, 63 ribu pekerja IHT terpaksa kehilangan pekerjaan. Jumlah pelaku industri rokok juga berkurang dari 4.700 unit menjadi 700 unit saja per akhir 2019.
Menurutnya, kerugian di sektor IHT ini tidak hanya dipicu oleh kenaikan cukai. Sektor IHT tengah menghadapi regulasi yang menghambat keberlangsungan industri tembakau seperti kenaikan HJE, rencana revisi PP 109/2012, dan rencana ekstensifikasi cukai.
“Kami setiap tahun selalu mendorong agar kenaikan cukai moderat dan kalau memungkinkan berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Sudarto berharap, pemerintah menjaga kelangsungan IHT dan industri makanan minuman demi menjaga kelangsungan hidup jutaan penduduk dan keluarganya yang bekerja di sektor tersebut.
“Regulasi yang dibuat pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama tenaga kerja. Untuk sektor SKT, sebaiknya dilindungi sebagai produk asli Indonesia,” tutupnya.