Hukum

DE JURE: Penundaan Eksekusi Silfester Matutina Bentuk Penyalahgunaan Wewenang

Channel9.id – Jakarta. Democratic Judicial Reform (DE JURE) menilai penundaan eksekusi terhadap terpidana Silfester Matutina merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan cerminan lemahnya pengawasan terhadap kejaksaan. Eksekusi atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2019 itu dinilai tidak menunjukkan keseriusan penegakan hukum.

Direktur Eksekutif DE JURE, Bhatara Ibnu Reza, menyebut vonis 1,5 tahun terhadap Silfester seharusnya segera dilaksanakan. Namun, kejaksaan menunda eksekusi dengan alasan pandemi Covid-19.

“Eksekusi tersebut seharusnya dilakukan sesaat vonis 1,5 tahun pada 2019 itu tidak segera dilakukan oleh pihak kejaksaan dengan dalih Covid 19,” kata Bhatara melalui keterangan tertulis, Sabtu (11/10/2025).

Ia menyoroti sikap Silfester Matutina yang justru menantang kejaksaan untuk segera mengeksekusinya. Menurutnya, hal ini memperlihatkan ketidaktegasan aparat penegak hukum.

“Sebaliknya, terpidana Silfester Matutina malah menantang kejaksaan untuk segera mengeksekusinya dan bahkan sempat melakukan perlawanan dengan mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali meski kemudian pengadilan menolak permohonannya,” ujar Bhatara.

DE JURE menilai kejaksaan tidak serius melaksanakan tugasnya karena saling melempar tanggung jawab antara Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Kejaksaan Agung. Bhatara menyebut dalih bahwa Silfester sulit ditemukan tidak sesuai dengan fakta bahwa yang bersangkutan masih aktif tampil di media massa.

“Sikap kejaksaan tersebut menimbulkan pertanyaan masyarakat bahwa kejaksaan melakukan praktik tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum,” katanya.

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Komisi Kejaksaan RI yang dinilai gagal menjalankan peran eksternal dalam mengawasi kinerja dan perilaku jaksa. Menurutnya, lembaga tersebut justru tampak membiarkan penundaan eksekusi berjalan tanpa tekanan berarti.

“Pada kasus ini, Komisi Kejaksaan justru seolah turut serta dalam mengaminkan langkah kejaksaan dalam mengulur-ulur pelaksanaan eksekusi,” ujar Bhatara.

Bhatara menegaskan bahwa keluasan kewenangan kejaksaan tidak menjamin penegakan hukum yang adil. Ia menilai tidak adanya mekanisme check and balance membuat kejaksaan cenderung memperluas kewenangannya tanpa pengawasan efektif.

“Hal ini disebabkan karena tidak adanya check and balance antara penggunaan kewenangan dengan pengawasan kewenangan khususnya oleh institusi pengawas eksternal,” katanya.

Ia menilai tidak ada perubahan signifikan dalam rencana regulasi yang memperkuat fungsi pengawasan terhadap kejaksaan. Kondisi tersebut membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dalam praktik hukum.

“Situasi ini menimbulkan kerentanan akan penyalahgunaan wewenang abuse of power dalam pelaksanaan penegakan hukum dan keadilan,” kata Bhatara.

DE JURE mendesak kejaksaan segera mengeksekusi vonis terhadap Silfester Matutina. Lembaga ini juga meminta Komisi Kejaksaan menjalankan fungsi pengawasannya secara serius dan menolak keterlibatan militer dalam urusan kejaksaan.

“Kejaksaan juga tidak perlu menarik narik militer dalam wilayah kejaksaan karena itu keliru dan menyalahi konstitusi. Tugas militer adalah menjaga kedaulatan negara bukan menjaga kejaksaan, apalagi melibatkan mereka dalam kejaksaan,” tutup Bhatara.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  2  =