Hot Topic

Dikritik Koalisi Sipil, Puan Bantah Pembahasan RUU KUHAP Tertutup dan Buru-buru

Channel9.id – Jakarta. Ketua DPR RI Puan Maharani merespons kritik dari kelompok masyarakat sipil yang menilai pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak transparan dan minim partisipasi publik bermakna. Puan mengeklaim pembahasan RUU KUHAP tidak terburu-buru dan melibatkan partisipasi publik.

Ketua DPP PDIP itu mengatakan Komisi III DPR RI telah mengundang berbagai pihak dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk dimintai masukannya mengenai RUU KUHAP. Menurutnya, seluruh rapat juga digelar terbuka dan dapat disaksikan oleh publik.

“DPR tentu saja sampai saat ini masih melakukan proses pembahasan. Dan kami melakukan pembahasan tersebut secara terbuka, mengundang pihak-pihak yang memang kami harus lakukan bersama-sama untuk bisa melakukan pembahasan tersebut,” kata Puan dalam konferensi pers usai sidang paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Puan menuturkan, DPR RI juga telah menggelar berbagai rapat terkait pembahasan RUU KUHAP selama beberapa bulan terakhir, tidak hanya pekan lalu saat proses pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) bersama pemerintah.

Lebih lanjut, ia mengatakan saat ini draf RUU KUHAP masih dalam tahap penggodokan oleh tim perumus (Timus) dan tim sinkronisasi (Timsin).

“Kalau kemudian belum dibuka ataupun terbuka, karena memang sampai saat ini prosesnya itu masih dilakukan, melakukan RDP, RDPU, dan kemudian meminta masukan dari semua pihak yang ada di seluruh elemen masyarakat,” kata Puan.

“Jadi kita tidak terburu-buru, kita juga sudah melakukan ini dari bulan-bulan yang lalu, dari sidang-sidang yang lalu. Dan nanti tentu saja kami akan juga membuka hal ini pada waktunya,” imbuh dia.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR segera menghentikan proses pembahasan RUU KUHAP yang sedang berjalan.

Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur menilai, pembahasan RUU KUHAP dilakukan dengan kilat dan melanggar prinsip negara hukum, partisipasi publik, dan hak asasi manusia (HAM).

“YLBHI mendesak Presiden dan DPR segera menghentikan proses yang berlangsung, mengulang proses dengan baik dan melibatkan publik secara sejati dan bermakna,” kata Isnur dalam keterangan tertulis, dikutip dari Kompas, Selasa.

Isnur mengatakan, pembahasan RKUHAP di DPR dibahas dengan sangat cepat dan ugal-ugalan. Dia menyebutkan, 1.676 daftar isian masalah hanya dibahas dalam dua hari (10 Juli-11 Juli 2025).

“Bagi kami ini menunjukkan pengabaian terhadap prinsip penyusunan undang-undang yang benar, dan jelas sekali berdampak pada kualitas pembahasan suatu undang-undang yang akan berdampak terhadap publik,” ujarnya.

Selain itu, pembahasan pasal-pasal RKUHAP juga dinilai sangat dangkal dan tidak menyentuh substansi persoalan lapangan yang selama ini dialami banyak korban sistem peradilan pidana dalam kasus-kasus salah tangkap, kekerasan atau penyiksaan, undue delay, dan kriminalisasi, serta pembatasan akses bantuan hukum yang tidak dijamin sepenuhnya dalam RKUHAP.

Ia menegaskan, DPR bersama pemerintah malah memperluas kewenangan penegak hukum polisi yang melegitimasi tindakan subjektif untuk melakukan penangkapan, penahanan, penyadapan, dan penggeledahan.

“Mirisnya, subjektivitas polisi dalam upaya paksa tidak didukung dengan mekanisme pengawasan yang ketat oleh lembaga eksternal yang independen. Kerangka hukum yang melegitimasi tindakan subjektif polisi sangat terbuka untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang,” kata Isnur.

Baca juga: Komisi III DPR Bentuk Panja RUU KUHAP, Habiburokhman Jadi Ketua

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +  1  =