Nasional

Dokumen Dinas Rahasia Buktikan Pemerintah Jerman Terlibat G30S

Channel9.id-Jakarta. Jerman terlibat dalam Peristiwa G30S di Indonesia, yang terjadi pada 30 September 1965. Ini sebagaimana dokumen-dokumen rahasia yang beberapa tahun lalu terungkap.

Dokumen-dokumen itu mengindikasikan bahwa dinas rahasia Jerman Bundesnachrichtendisenst (BND) dan pemerintah Jerman turut menjadi tombak Sekutu Barat—yang dipimpin oleh Amerika Serikat, dalam menghadapi Sekutu Timur—yang dipimpin oleh Uni Soviet.

Sebagai informasi, di era 1960-an, dunia terbagi ke dalam Blok Barat dengan paham liberalisme serta kapitalisme, dan Blok Timur dengan paham komunisme. Masing-masing kekuatan ini berupaya memperluas pengaruhnya ke seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Adapun Jerman Barat ada di garis depan untuk mengahalau penyebaran komunisme.

Penelusuran terbaru dilakukan oleh jurnalis portal berita T-Online Jonas Mueller-Töwe bersama dua rekannya, yang menyisir dokumen-dokumen rahasia BND dan merilis hasil temuan mereka pada 13 Juli 2020.

Salah satu yang diungkap ialah laporan internal BND tertanggal 3 November 1965 berjudul “Föhrenwald”, yang menggambarkan terjadinya “pembantaian besar-besaran terhadap komunis”.

Beberapa hari berselang, tepatnya 8 November 1965, dokumen lain menulis tentang “permohonan mendesak” dari para jenderal militer di Jakarta agar dikirimkan dana dari Jerman, karena mereka “tak bisa mengambil dana dari kas negara” di Indonesia. Didapati bahwa para jenderal saat itu meminta dana sekitar 1,2 juta Deutsche Mark untuk keperluan “aksi pembersihan anti komunis”. Namun, belum diketahui pasti apakah uang itu akhirnya dikirimkan atau tidak. Pasalnya, masih ada sejumlah dokumen BND yang masih ditutup.

Dokumen-dokumen rahasia BND juga mengungkapkan hubungan dekat dinas intelijen Jerman Barat BND dengan jajaran Angkatan Darat (AD). Hubungan ini sudah terjalin sebelum Peristiwa G30S terjadi. Pada 1962 dan 1963, perwira-perwira intelijen Indonesia mendapat pelatihan di Jerman. Hubungan baik ini juga tercatat dalam berkas-berkas BND. Kedekatan BND dengan AD kemudian memungkinkan “kerja sama intelijen” kedua negara, yang berupa “uang, peralatan, penasehat”, tulis pejabat intelijen Jerman Gerhard Wessel, yang kemudian diangkat menjadi Direktur BND.

Wakil Menteri Luar Negeri Jerman tahun 1965, Karl Carstens, disebut sebagai salah satu pejabat tinggi yang mendorong BND untuk membantu Indonesia. Ia juga mendukung hubungan baik antara Jerman dengan para jenderal AD. Diketahui, di kemudian hari pada periode 1979-1984, Karl Carstens menjadi Presiden Jerman.

Karl Carstens sempat dikunjungi oleh Brigjen Ahmad Sukendro pada 25 November 1965. Untuk diketahui, Sukendro merupakan salah satu tokoh penting kepercayaan Jendral A.H. Nasution. Ia berperan penting dalam penggulingan Sikarno dan pembantaian antikomunis—kendati di akhir 1970-an, ia dipenjarakan oleh Suharto.

Menjelang kedatangan Sukendro ke Bonn—yang saat itu menjadi ibu kota Jerman Barat, Kedutaan Besar (Kedubes) Jerman di Jakarta mengirim kabar ke Bonn tentang rencana kunjungan itu. Pun mengatakan bahwa Sukendro merupakan “salah satu jendral antikomunis yang paling mumpuni dan paling energik”. Bahkan Duta Besar (Dubes) Jerman di Jakarta menulis bahwa Sukendro mengaku “sudah beberapa bulan AD hanya menunggu alasan untuk menumpas PKI.”

Setibanya di Jerman, Sukendro bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Gerhard Schröder dari Partai Uni Kristendemokrat CDU. Mereka membahas perihal bantuan ekonomi. Ini merupakan pertemuan langka di panggung diplomasi, di mana seorang perwira militer diterima langsung oleh seorang Menlu. Diketahui, Menlu Gerhard Schröder kemudian diangkat menjadi Menteri Pertahanan untuk periode 1966-1969.

Adapun pemerintah Jerman sejatinya sudah mengetahui bahwa ada aksi pembantaian massal di Pulau Jawa. Mengenai hal ini tercatat dalam laporan Föhrenwald pada 3 November 1965. Laporan itu mencatat bahwa “Di Jawa Tengah dan Jawa Timur terjadi pembantaian massal para komunis, terutama dilaksanakan oleh muslim fanatik. Pimpinan militer kelihatannya membiarkan aksi-aksi anarkis ini secara sadar… Aksi-aksi anti-komunis tentu saja disiapkan secara matang oleh pimpinan militer.”

Kemudian di 14 Desember 1965, Kedubes Jerman Barat di Jakarta menulis bahwa korban tewas dalam aksi antikomunis “sedikitnya 128.000 orang” dan “ratusan ribu orang lain ditahan.” Di momen yang sama, para diplomat Jerman di Jakarta sedang berunding dengan AD mengenai bantuan ekonomi untuk Indonesia. Bantuan inilah yang mendasari hubungan baik antara Jerman dan rezim Suharto hingga bertahun-tahun selanjutnya. Didapati bahwa pada 1995, ketika Suharto berkunjung ke Jerman Barat 1995, Kanselir Helmut Kohl menyambutnya sebagai sahabat.

Setahun selanjutnya, Mantan Direktur BND Reinhard Gehlen, yang memimpin badan intelijen dari 1956—1968, turut menanggapi kudeta politik di Indonesia 1965-1996 melalui wawancara televisi pada 1996 lalu. Ia menyampaika bahwa “Keberhasilan AD Indonesia—yang melaksanakan penumpasan seluruh Partai Komunis dengan segala konsekuensi dan kekerasan—menurut saya punya peran, yang pentingnya tidak terhingga.”

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

19  +    =  29