Channel9.id – Jakarta. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) Yundini Husni Djamaluddin menilai penyelesaian kasus pembunuhan Vina di Cirebon yang saat ini kembali diusut oleh Polri, merupakan salah satu tumpukan kasus-kasus kriminal yang belum terpecahkan oleh institusi tersebut. Di berbagai negara, lanjut Yundini, tidak semua kasus-kasus kriminal bisa dipecahkan oleh kepolisian.
Namun, kata Yundini, kasus pembunuhan Vina yang terjadi pada 2016 silam ini telah memunculkan rasa keprihatinan dalam ingatan masyarakat.
“Kasus Vina ini adalah satu kasus di antara tumpukan kasus-kasus yang unsolved. Dalam dunia studi ilmu kepolisian, tidak semua kasus-kasus kriminal itu bisa dipecahkan semua. Dan ini terjadi di seluruh dunia,” ujar Yundini saat dihubungi, Selasa (21/5/2024).
“Tapi bahwa kasus Vina ini bahkan diangkat menjadi film, menandakan ada suatu rasa keprihatinan, ‘kepikiran’ dalam memori kolektif masyarakat yang menurut saya harus dikerjakan oleh Polri,” sambungnya.
Menurut Yundini, meski tidak semua kasus-kasus kriminal bisa dipecahkan, tetapi masyarakat tidak bisa menerima apabila Polri tidak bisa memecahkan berbagai kasus tersebut.
Terlebih lagi, lanjutnya, kasus pembunuhan Vina ini meninggalkan tanda tanya bagi masyarakat, mengapa penyidik saat itu hanya berangkat dari pernyataan-pernyataan para pelaku tetapi tidak mencari sendiri bukti-bukti pendahuluan yang kuat.
“Kan semua pelaku menyatakan bahwa ada tiga orang lagi (pelakunya), kenapa tidak dicari? Karena begitu banyak tumpukan-tumpukan PR Polri yang mestinya ini dikerjakan, kepercayaan terhadap Polri ini harus terus dikuatkan,” terang Yundini.
Yundini menuturkan, profesionalisme Polri dipertaruhkan dalam penyelesaian kasus pembunuhan Vina ini. Sebab, Yundini menyebut penyelesaian kasus Vina ini mudah bagi Polri, yakni hanya memeriksa para saksi dan mencari para pelaku yang masih masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron.
“Sebenarnya masyarakat kan tidak muluk-muluk. Kenapa kok Polri hanya bekerja berdasarkan pernyataan dari para pelaku. Kenapa tidak dikejar, siapa orang yang kamu lindungi itu. Sebagai seorang penyidik, tentu dia harusnya periksa. Itu kan pertanyaan besar yang sederhana tetapi tidak terjawab,” ungkapnya.
“Bayangkan, sekian tahun yang lalu mungkin tidak akan pernah terpikir bahwa di tahun 2024 ini kasus akan dibuka kembali dan menjadi ramai bahkan dibuat film,” pungkas Yundini.
Untuk diketahui, kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang dialami Vina di Cirebon 2016 silam, kembali disorot usai film Vina: Sebelum 7 Hari viral di media sosial. Insiden pembunuhan ini dilakukan 11 orang, 8 orang di antaranya telah ditangkap dan dijatuhi vonis Pengadilan Negeri Kota Cirebon.
Para pelaku yang telah divonis pidana itu adalah Rivaldi Aditya Wardana (21), Eko Ramadhani (27), Hadi Saputra (23), Jaya (23), Eka Sandi (24), Sudirman (21), dan Supriyanto (20) dengan vonis seumur hidup. Sedangkan orang lainnya bernama Saka hanya divonis 8 tahun penjara karena masuk dalam kategori anak berhadapan dengan hukum.
Terkini, polisi berhasil menangkap salah satu pelaku kasus pembunuhan Vina Cirebon, Pegi Setiawan alias Pegi Perong. Pegi merupakan buron yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) selama delapan tahun terakhir. Penangkapan dilakukan penyidik pada Selasa (21/5/2024) malam di wilayah Bandung.
Dengan ditangkapnya Pegi Perong ini, maka masih ada dua pelaku yang masih masuk dalam DPO. Kepolisian pun telah merilis ciri-ciri dan alamat dua buronan yang masuk DPO. Kedua buronan tersebut yakni Andi dan Dani yang belum diketahui keberadaannya.
Kepolisian menyatakan dua DPO itu berasal dari wilayah yang sama, yakni Desa Banjarwangunan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
Baca juga: Satu DPO Kasus Pembunuhan Vina Ditangkap, Bekerja Sebagai Kuli Bangunan di Bandung
HT