Channel9.id – Jakarta. Pemerintah perlu memperluas program perlindungan sosial dengan memberikan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang terdampak ekonominya akibat pandemi Covid-19.
Dosen FEB Universitas Airlangga Ilmiawan Auwalin menyatakan, bansos tersebut tidak hanya ditujukan untuk orang miskin yang sudah ada, tetapi juga orang miskin baru.
“Pemerintah perlu program nasional, tidak hanya mencakup orang miskin sudah ada, tetapi untuk orang miskin yang baru. Mereka jadi miskin karena Dampak pandemi Covid-19. Orang miskin baru, tidak bisa bekerja karena perusahaan tutup. Ini akan menjadi masalah yang perlu diselesaikan,” kata Ilmiawan dalam diskusi ‘Bantuan Sosial di Tengah Pandemi Covid-19 yang diadakan SIGMAPHI, Jumat (15/05).
Ilmiawan menjelaskan, pandemi Covid-19, menyebabkan guncangan dari segi penawaran (produksi) dan permintaan (konsumsi).
Guncangan tersebut menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi, sehingga berdampak kepada penurunan pertambahan ekonomi.
“Tekanan secara makro berdampak pada pengeluaran penurunan rata-rata perkapita di tingkat rumah tangga. Hal ini akan menyebabkan angka kemiskinan meningkat,” kata Ilmiawan.
Mengutip data SMERU (2020), pandemi Covid-19 akan menyebabkan peningkatan angka kemiskinan.
Berdasarkan data Sebtember 2019, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 24.97 juta orang (9,22%). Ilmiawan menjelaskan, dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 akan meningkatkan angka kemiskinan.
“Skenario dampak Covid-19 yang paling ringan, kemiskinan akan meningkat 9,7 persen pada akhir 2020. Ini berarti ada tambahan 1,3 juta orang miskin baru di Indonesia,” ujar Ilmiawan.
“Sedangkan, dalam skenario paling parah, jumlah orang miskin akan meningkat 12.4% atau akan ada tambahan 8.5 juta orang miskin,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Ilmiawan mendesak pemerintah untuk memperluas program jaminan sosial.
Menurut Ilmiawan, dalam kondisi normal, pemerintah bisa memberikan bantuan dengan cara conditional cash transfer (seperti PKH, bantuan non tunai, dll).
“Ini menjadi bentuk yang ideal karena dapat dikontrol penyaluran dan target yang bisa dicapai,” kata Ilmiawan.
Namun, dalam kondisi pandemi Covid-19, conditional cash transfer tidak akan mencukupi dengan melihat kebutuhan yang masif.
“Pilihannya, menambahkan program unconditional cash transfer atau transfer uang tanpa syarat,” lanjutnya.
Akan tetapi, pilihan program unconditional cash transfer akan memerlukan biaya dan proses birokrasi yang besar.
“Di kondisi ini, perlu menggunakan inovasi. Tak bisa mengunakan distribusi yang sudah ada untuk menjaga kualitas penyaluran. Semisal penyaluran uang elektronik, penyaluran berbasis komunitas, dan pengabungan NIK antar databese,” katanya.
Kendati demikian, hal tersebut bisa dijalankan dengan baik asal ada data tentang orang miskin baru.
“Kondisi ini luar biasa. Artinya ada banyak orang miskin baru. Masalahnya, orang miskin baru tersebut belum masuk ke dalam Data Terbaru Kesejahteraan Sosial (DTKS),” pungkasnya.
(Hendrik)