Channel9.id – Jakarta. Ketua Umum DPP GMNI Imanuel Cahyadi meminta seluruh elemen masyarakat tidak mudah terprovokasi upaya adu domba oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terkait pembahasan RUU HIP.
Dia menegaskan, DPP GMNI akan menangkis semua tuduhan yang muncul terhadap RUU HIP.
“Polemik yang menuduhkan bahwa RUU HIP membuka jalan bagi komunisme harus segera diakhiri karena dapat menimbulkan keresahan dan mengganggu stabilitas serta persatuan dan kesatuan nasional,” ucap dia melalui rilis yang diterima pada Selasa (16/6).
Untuk diketahui, TAP MPRS XXV/1966 tentang pelarangan Komunisme sudah tak ada di MPRS. Meskipun sudah tidak ada di MPRS, dinyatakan masih berlaku melalui TAP MPR No I Tahun 2003 khususnya Pasal 2. TAP ini menegaskan TAP MPRS dan TAP MPR mana saja Yang masih berlaku dari 1960 sd 2002, termasuk TAP MPRS No XXV/1966.
“Itu bisa jadi opsi untuk memasukan TAP MPR No 1 Tahun 2003 ke dalam konsideran menimbang RUU Haluan Ideologi Pancasila,” katanya.
Menut Imanuel, RUU HIP punya itikad kuat memperkuat Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
“Segala Paham transnasional seperti komunisme dan neo-liberalisme bertentangan dengan azas-azas dan sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia yang ber-Tuhan dan beragama yang berlandaskan faham gotong royong dan musyawarah untuk mufakat,” ucap dia.
Ia juga menyatakan, GMNI mengapresiasi RUU HIP karena menjadi jawaban dari banyak persoalan.
DPP GMNI menegaskan, Pancasila adalah dasar Negara, dasar filosofi Negara, ideologi Negara, cita hukum Negara dan sumber dari segala sumber hukum Negara.
Terlebih, saat ini diperlukan landasan hukum yang mengatur bahwa Pancasila berfungsi sebagai pedoman atau haluan untuk mewujudkan tujuan Negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dia juga menilai, saat ini belum adanya haluan atau pedoman bagi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan secara menyeluruh dari tingkat pusat dan daerah.
“Hal itu menyebabkan tidak terarahnya kehidupan bangsa dan Negara dan penyelenggaraannya sesuai dengan Pancasila dan Tujuan bernegara,” ucap dia.
Karena itu, berbagai persoalan tersebut pararel dengan tantangan kontemporer yang bertentangan dengan jiwa Pancasila, berupa, menguatnya individualisme, fundamentalisme pasar, fanatisme sempit, intoleransi, modernisme, politik identitas serta berbagai pengaruh paham lainnya yang bertentangan dengan Jiwa dan kepribadian Pancasila berupa, neo-liberalisme kapitalisme, fundamentalisme agama, dan komunisme.
Jalan Dialog Selalu Terbuka
Terkait dengan munculnya polemik, dia menganggap ruang dialog sangat terbukal bagi semua pihak, dan dapat dimusyawarahkan dengan baik.
“Tokoh bangsa dan elit nasional dapat berperan dalam hal musyawarah sebagai jalan demokratis merumuskan kebijaksanaan. Sehingga usulan terkait dimasukannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 dalam konsideran menimbang bukanlah problem yang harus dibesar-besarkan dan menjadi ajang fitnah dan provokasi,” ucap dia.
Imanuel mengindikasikan ada pihak-pihak yang juga ingin memisahkan Pancasila dari ‘roh’ nya, yakni Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945. Pidato lahirnya Pancasila telah mendapatkan legitimasi yuridisnya dengan Keppres No.24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
“DPP GMNI menyarankan pihak-pihak yang belum memahami Pancasila untuk membaca serta memahami secara utuh seluruh isi pidato yang disampaikan Bung Karno pada 1 Juni 1945 di hadapan sidang BPUPKI,” ucap dia.
(HY)