DPR dan petani tebu
Ekbis

DPR Dukung Petani Tebu, Pemerintah Diminta Serap 100 Ribu Ton Gula

Channel9.id, Jakarta – Komisi IV DPR RI menyatakan dukungan penuh terhadap aspirasi petani tebu yang tergabung dalam Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI). Salah satu desakan utama adalah agar pemerintah segera membeli sekitar 100 ribu ton gula yang kini menumpuk di gudang pabrik akibat tidak terserap pasar.

Komitmen tersebut disampaikan anggota Komisi IV DPR Fraksi PKS, Riyono, usai menerima audiensi pengurus DPN APTRI di Gedung DPR, Kamis (21/8/2025). Pertemuan turut dihadiri Ketua Komisi IV Titiek Soeharto, Wakil Ketua Panggah Santoso dan Yohan, serta Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.

“Komisi IV sepakat dengan aspirasi petani agar pemerintah segera membeli gula yang tidak terserap pasar. Ini langkah penting untuk menyelamatkan petani,” ujar Riyono.

Selain masalah penyerapan gula, DPR juga menyoroti anjloknya harga tetes tebu akibat kebijakan impor etanol bebas syarat melalui Permendag No.16/2025. “Aturan itu jelas merugikan petani, sehingga harus segera direvisi,” tegas Riyono.

Sekjen DPN APTRI, M. Nur Khabsyin, menyebut hasil audiensi membuahkan kepastian pencairan dana sebesar Rp1,5 triliun dari Danantara untuk pembelian gula petani.

“Komisi IV dan Bapanas langsung berkoordinasi dengan Danantara. Besok pagi dijadwalkan penandatanganan pencairan Rp1,5 triliun untuk pembelian gula petani,” ujarnya.

Enam Tuntutan Petani Tebu

Dalam pertemuan tersebut, DPN APTRI menyampaikan enam tuntutan utama kepada pemerintah:

  1. Konsistensi larangan impor gula, sesuai komitmen 2025 tanpa impor.

  2. Pengawasan ketat gula rafinasi agar tidak bocor ke pasar konsumsi.

  3. Penyerapan 100 ribu ton gula petani melalui BUMN.

  4. Revisi Permendag No.16/2025 terkait impor etanol yang menekan harga tetes tebu dari Rp2.500–3.000/kg (2024) menjadi Rp1.000–1.400/kg (2025).

  5. Jaminan ketersediaan pupuk tepat waktu untuk menekan biaya produksi.

  6. Bantuan sarana angkut tebu dari lahan basah yang dikelola koperasi petani di tiap pabrik gula.

Khabsyin mengingatkan, bila tuntutan itu tak segera direspons, risiko besar menanti industri gula nasional.

“Program swasembada gula bisa gagal, pabrik gula berhenti beroperasi, PHK massal, hingga lumpuhnya ekosistem ekonomi berbasis tebu. Tanpa keberpihakan pemerintah, industri gula kita terancam runtuh,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  76  =  81