Hot Topic Politik

DPR Menentang Sanksi Penghapusan Bansos Jika Menolak Divaksin

Channel9.id-Jakarta. Pemerintah mengancam akan menunda penerimaan bantuan sosial (bansos) dan jaminan sosial bagi masyarakat yang menolak divaksin. Hal ini merupakan bagian dari sanksi administratif yang tertuang dalam dalam Pasal 13A ayat 4 di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vakisnasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19.

Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene mengungkapkan, sanksi penghapusan bansos dan layanan administrasi itu tidak ada di dalam kesepakatan antara DPR dan pemerintah ketika rapat kerja di Senayan.

“Laporan singkat rapat kerja antara Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan, BPOM, BPJS Kesehatan, pada poin 1 ayat g secara eksplisit tertulis; ‘Tidak mengedepankan ketentuan dan/atau peraturan denda dan/atau pidana untuk menerima vaksin Covid-19’,” kata Felly dalam keterangannya, Senin (15/2).

Baca juga: Tahun Ini, 70% Penduduk Indonesia Ditargetkan Selesai Divaksin Covid-19

Dia menyebut Perpres ini juga sudah melanggar Peraturan Tata Tertib DPR RI No 1 Tahun 2020 Pasal 61 yang menegaskan bahwa keputusan rapat kerja bersama antara pemerintah dan DPR bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan.

“Apa gunanya kita rapat kalau itu tidak ada legitimasinya. Jangan keburu membuat sebuah keputusan dengan semacam sanksi seperti itu. Komisi IX DPR tidak setuju,” tegasnya.

Perpres ini juga melanggar anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang lebih mengutamakan sosialisasi vaksin ketimbang mengancam penolak vaksin dengan sanksi.

“Kalau kita ancam bisa saja malah masyarakat semakin antipati. Ancaman sanksi ini tidak pas. Bagi kami, ini melanggar hak-hak juga. Tidak boleh seperti ini,” ujar Felly

Senada, Anggota Komisi IX DPR F-PKS Kurniasih Mufidayati memandang pemerintah tidak seharusnya memberlakukan sanksi administratif kepada masyarakat yang menolak vaksin. Pasalnya, tanpa mereka menolak maupun menerima vaksin, bantuan sosial dan jaminan sosial merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi pemerintah.

Ketimbang mengancam menunda atau mengehentikan penyaluran bantuan sosial lewat Perpres, pemerintah disarankan lebih mengutamakan sosialisasi dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut vaksin.

“Seharusnya pemerintah mengutamakan sosialisasi, edukasi dan tindakan persuasif lainnya terkait pelaksanaan vaksinasi bukannya mengancam akan mengebiri hak-hak masyarakat. Sikap pemerintah yang menggunakan bansos sebagai alat agar masyarakat menjadi patuh merupakan tindakan yang sangat disayangkan,” kata Mufida.

Menurut Mufida wajar apabila kemudian masih banyak masyrakat menolak vaksin. Sebabnya, kata dia karena minimnya sosialisasi dan edukasi dari pemerintah. Sehingga sebagian besar dari mereka menolak lantaran khawatir dan takut dengan vaksin.

Karena itu menjadi penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, agar ke depan mereka dapat sukarela untuk divaksin. Tanpa merasa terpaksa karena adanya sanksi maupun denda akihat menolak.

“Jika pemerintah lalai melaksanakan sosialiasi dan edukasi program vaksin, hal ini justru akan menimbulkan kekacauan dan masalah yang tidak diinginkan. Bisa saja dalam pelaksanaanya masyarakat ikut vaksin hanya karena takut bansosnya dihentikan lalu mereka mengabaikan ketentuan dan persyaratan bagi penerima vaksin, mengaku sehat dan mengisi lembar screening asal-asalan. Hal ini dapat menimbulkan adanya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI),” tutur Mufida.

IG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  70  =  77