Channel9.id – Jakarta. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengakui pihaknya telah melakukan kesalahan karena pernah memberikan penghargaan kepada Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama (KSP SB).
Penghargaan tersebut diberikan oleh Kemenkop UKM hanya karena memeriksa neraca keuangan yang dikirimkan KSP SB.
“Itu (kesalahan) harus diakui. Jadi ada kesalahan sehingga memberikan penghargaan kepada koperasi kemudian diketahui bermasalah. Itu karena dilakukan Kementerian Koperasi hanya memeriksa neraca keuangan koperasi yang dikirim ke kementerian. Hanya melihat antara aset dan kewajibannya, dilihat, dinyatakan sehat,” ungkap Teten usai rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (14/2/2023).
Kesalahan tersebut diakuinya karena Kemenkop UKM belum punya sistem pengawasan yang mendalam.
“Kita tidak memiliki pengawasan lebih jauh seperti OJK. Jadi kita tahu ternyata aset itu bukan nilainya sebesar dituliskan, termasuk juga tidak dimiliki koperasi,” katanya.
Menurutnya, perlu ada perubahan yang membuat pengawasan dapat lebih mendalam dan koperasi bisa setara dengan korporasi. Oleh sebab itu, Teten mengusulkan adanya Revisi Undang-Undang Koperasi agar pihaknya memiliki kewenangan untuk mengawasi.
“Karena selama ini kan pengawasan dilakukan oleh koperasi itu sendiri. Jadi, perlu perubahan supaya koperasi itu lebih baik, koperasi itu bisa setara dengan korporasi,” pungkasnya.
Terkait hal itu, pengamat koperasi, Dewi Tenty mengatakan bahwa Kemenkop UKM, memiliki tanggung jawab yang mesti dipikul terkait pengawasan. Sebab, hal itu sudah tercantum dalam PP Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam.
“Kalau bicara tentang lemahnya pengawasan, tentu ada tanggung jawab yang harus ikut dipikul oleh pemerintah, dalam hal ini Kemenkop UKM,” tutur Dewi dalam keterangannya, Minggu (12/2/2023).
Ia mengungkapkan, peran Kemenkop UKM secara jelas diatur dalam Pasal 24, yaitu pembinaan KSP dilakukan oleh Menteri. Selain itu, KSP diwajibkan untuk menyampaikan laporan berkala kepada Menteri, sebagaimana di atur dalam Pasal 26. Sedangkan pada Pasal 27, ditegaskan bahwa menteri wajib melakukan pemeriksaan.
Meski begitu, ia merasa PP tersebut belum juga diterapkan. Sebab, menurutnya, Kemenkop UKM tidak memiliki sistem pengawasan terhadap KSP.
“Jadi, sudah jelas di sini aturan mainnnya. Hanya saja, apakah PP 9/95 itu diterapkan? Menurut saya belum, karena sistem pengawasannya sendiri belum ada,” pungkas Dewi.
Sebelumnya, Komisi VI DPR RI mencecar Teten karena Kemenkop UKM pernah memberikan penghargaan kepada KSP SB yang kemudian bermasalah hanya karena pemeriksaan neraca keuangan.
Salah satu anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nevi Zuairina menilai akibat penghargaan yang diberikan itu, telah membuat banyak masyarakat bergabung dalam KSP SB. Ia beranggapan, penghargaan itu seakan-akan mempromosikan koperasi tersebut.
“Banyak dapat penghargaan dari Kemenkop, yang menjerumuskan banyak anggota KSP. Secara tidak langsung mempromosikan KSP aman. Banyak kasus seperti ini,” ungkapnya dalam rapat dengan Menkop UKM, di DPR RI.
Senada dengan Nevi, anggota lainnya, Sonny T Danaparamita dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga mempertanyakan bagaimana tugas dan implementasi aturan pengawasan koperasi oleh Kemenkop UKM sehingga banyak koperasi bermasalah.
“Saya nggak ngerti, mungkin di tengah kesibukan pak Menteri. Strukturnya Deputi Koperasi ada kan? Di bawahnya ada Asdep Pengawasan Koperasi, ada PermenkopUKM Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pengawasan Koperasi, yang di situ pengawasan koperasi. Saya tahu kenapa statement yang keluar tidak punya fungsi di atas itu,” tegasnya.
Sonny juga menyinggung soal koperasi-koperasi yang diberikan penghargaan oleh Kemenkop UKM tetapi ujung-ujungnya bermasalah.
“Bagaimana bisa beberapa waktu lalu ngasih penghargaan pada koperasi, ternyata bermasalah tiba-tiba? Secara moral, ini yang salah indikatornya. Memang ada yang salah, ada,” ujarnya.
Seperti diketahui, Ketua Pengawas KSP SB Iwan Setiawan telah ditetapkan menjadi tersangka kasus gagal bayar dana 186 ribu nasabahnya dengan total kerugian sebesar Rp 8 triliun. Iwan pun diserahkan ke Bareskrim Polri oleh beberapa anggota KSP Sejahtera Bersama pada Mei 2022, saat sedang makan di salah satu restoran di Tebet, Jakarta.
Kini, kasusnya telah dilimpahkan ke Kejari Kota Bogor. Iwan disangkakan tindak pidana perbankan, penipuan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
HT