Channel9.id-Jakarta. Musisi Dwiki Dharmawan sukses menggelar konser ‘The Musical Journey of Dwiki Dharmawan” di Jakarta, Sabtu (23/8/2025) malam. Dalam konser tersebut, ia tampil satu panggung bersama istrinya Ita Purnamasari dan anaknya Muhammad Fernanda Dharmawan.
Lantunan musik mengalun dari balik piano menyeruak keheningan malam pada pergelaran konser tersebut. Jemari Ici, panggilan kecil Dwiki Dharmawan, menari dengan lincah di atas tuts. Semua mata penonton seperti terbius oleh kepiawaiannya dalam memainkan alat musik melodis dengan ditekan tersebut.
Konser yang menandai 40 tahun perjalanan karier seorang Dwiki Dharmawan dibuka dengan penampilan solo nan apik. Perayaan empat dekade berkarya itu bukan hanya sekadar konser, melainkan sebuah perjalanan hidup yang dituturkan melalui nada. Bagaimana seorang anak didik Elfa Seciora pada 1982 menjelma menjadi maestro musik Indonesia.
Tak hanya diajak untuk menyusuri rekam jejak profesionalnya, yang dimulai dari Band Krakatau hingga kini, penonton juga diajak untuk bernostalgia melintasi zaman. Tak dipungkiri, sebagian besar penonton tumbuh dewasa diwarnai karya yang dihasilkan oleh seorang Dwiki Dharmawan.
Empat dekade berkarya bagi seorang Dwiki Dharmawan bukan hanya waktu, tapi perjalanan spiritual bagaimana sebuah karya seni dapat menebar manfaat pada sesama.
“Saya justru tidak sadar (berapa banyak karya yang dihasilkan selama 40 tahun berkarya), setelah tim saya mengumpulkan ternyata sudah ada 24 album dan lebih dari 100 lagu,” kata Dwiki yang disambut dengan tepuk tangan penonton.
Inspirasinya dalam bermusik datang dari mana saja, mulai dari pasangan, keluarga, masyarakat hingga alam. Termasuk lagu ciptaannya yang berjudul Cintaku yang Terakhir dan ditulis liriknya oleh Sekar Ayu Asmara pada 1996. Lagu tersebut diciptakannya saat bulan madu di Amerika Serikat.
“Saat itu saya berkeyakinan bahwa Ita (Ita Purnamasari) merupakan cinta yang terakhir, karena yang pertama hanya pada Allah SWT,” ucapnya.
Sepanjang karier bermusiknya, ia banyak berkolaborasi bersama dengan sejumlah penulis lagu seperti Mira Lesmana, Sekar Ayu Asmara, Taufiq Ismail, Ags Arya Dipayana, dan lainnya.
Konser dibuka dengan penampilan apik Sandhy Sondoro yang membawakan lagu hits dari Band Krakatau yang dimotori Dwiki Dharmawan dan Pra Budi Dharma yang dirilis pada 1987.
Lagu populer itu terdengar rancak dibawakan musisi yang malang melintang di Eropa itu, berpadu dengan permainan keyboard Dwiki Dharmawan serta diiring musik orkestra. Bersama Andien, Sandhy juga membawakan lagu andalannya berjudul Malam Biru.
Tak hanya Sandhy dan Andien, sejumlah musisi ternama turut memeriahkan gelaran konser kolaborasi lintas generasi itu. Sebut saja Krisdayanti, Ruth Sahanaya, Once Mekel, Dira Sugandi, dan Ita Purnamasari. Lalu ada Putri Ariani, Dirly, Ivan Paulus, Jinan Laetitia, Shanna Shannon, hingga Awdella.
Penampilan spesial juga disuguhkan pemain biola berdarah Indonesia, Iskandar Widjaja, yang membawakan Melati dari Jaya Giri dan Sepasang Mata Bola melalui gesekan biolanya. Dwiki menyebut Sepasang Mata Bola merupakan lagu ciptaan Ismail Marzuki favorit ibunya.
Tak sekadar menyuguhkan penampilan yang memukau, konser yang juga interaktif yang menghadirkan 29 lagu. Sebanyak 80 persen diantaranya merupakan karya Dwiki. Tak hanya terpaku dibalik alat musik, ia juga bergerak lincah sesekali menjadi konduktor dan juga beraksi dengan gitarnya.
Dalam konser itu, penonton tidak hanya melihat sosok Dwiki sebagai seorang musisi tetapi juga sebagai suami, ayah dan juga sahabat. Istrinya Ita Purnamasari menyebut suaminya sebagai sosok yang tak pernah berhenti belajar dan tak lelah untuk mengeksplor musik.
Ita Purnamasari membawakan lagu andalannya yang berjudul Cintaku Padamu yang membawanya meraih penghargaan BASF Award pada 1993. Ita membawakan lagu tersebut bersama Dwiki dan juga anaknya.
“Hadiahnya jalan-jalan ke Kanada dan di sana bertemu dengan rombongan Mas Dwiki. Sejak saat itu dipepet terus,” kenang Ita.
Anak semata wayangnya Muhammad Fernanda Dharmawan, yang memilih jalan sebagai seorang pengacara, mengaku bangga dan senang menjadi bagian selebrasi perjalanan bermusik ayahnya.
Diva pop Indonesia, Krisdayanti, turut ambil bagian dengan membawakan lagu Cita Pasti dan You’ll Be In My Heart. Sahabat Dwiki sejak SMP yang juga diva pop, Ruth Sahanaya, membawakan lagu Imaji. Uthe, panggilannya, mengaku mengenal Dwiki sejak SMP di Bandung dan bersahabat dekat.
Konser itu menjadi saksi bagaimana ia mampu menjelma menjadi musisi yang tak hanya terpaku pada satu genre saja. Sedari kecil, ia belajar banyak genre musik. Bersama M.A.C yang berasal dari Papua, ia nge-rap dengan membawakan lagu Ko Mau Cari yang Bagaimana (Cuma Saya).
Tak ketinggalan, konser itu menampilkan saksofonis Ivan Paulus, Kamal Musallam, World Peace Orchestra, Kilau Vokalia Dian Didaktika, serta Deepro Dancer dan grup DIAMOND. Musik baginya, menjadi medium untuk menyampaikan pesan perdamaian dan kepedulian pada ekologi.
Sahabatnya, Indra Lesmana, menuturkan dirinya selalu hadir selama empat dekade karier seorang Dwiki. Indra mengenal Dwiki sejak awal masuk band legendaris Krakatau, yang terinspirasi dari ledakan Gunung Krakatau. Band itu diharapkan menghasilkan karya juga mampu “meledakkan” dunia, seperti halnya letusan Gunung Krakatau.
“Kami di Krakatau, walau ada lagu yang dibawakan sendiri. Tapi saat di panggung akan terdengar bunyi Krakatau itu sendiri. Bunyi Krakatau adalah bunyi Dwiki, saya, Gilang Ramadhan, Pra Budi Dharma, dan Donny Suhendra,” kata Indra.
Band yang membesarkan nama para musisi ternama di belantika musik Indonesia itu vakum sejak 1989, dengan kata lain hanya empat tahun kebersamaan mereka dalam bermusik. Namun, lanjut Indra, mereka mulai mengadakan konser reuni sejak 2012.
Meski gagal mewujudkan cita-citanya saat muda sebagai diplomat, Dwiki telah melakukan diplomasi melalui musik dengan tampil di 80 negara. Bahkan disela-sela persiapan konser empat dekade karier bermusiknya, Dwiki menyempatkan diri untuk tampil dua kali di Athena, Yunani.
Konser itu tak hanya membuktikan transformasi Dwiki dalam berkesenian. Bagaimana seorang anak didik yang berproses menjadi musisi dan kini menikmati peran sebagai mentor musik bagi generasi muda. Gelaran konser itu juga membuktikan konsistensi dan semangat terus belajar membuatnya relevan sepanjang masa.
Kontributor: Akhmad Sekhu