Internasional

Ekonom Ingatkan Potensi Ancaman Trump bagi Indonesia usai Gabung BRICS

Channel9.id – Jakarta. Direktur China-Indonesia Desk Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mewanti-wanti pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dalam menyikapi potensi ancaman dari Presiden terpilih AS, Donald Trump, usai resmi bergabung dengan blok ekonomi BRICS. Ia menilai Trump bakal menjadi tantangan bagi negara anggota BRICS, termasuk Indonesia di pasar global.

Menurutnya, ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara China dan AS akan berdampak pada stabilitas ekonomi di beberapa negara, sehingga tentunya akan berimbas pada Indonesia.

Ditambah lagi, ancaman Trump pada negara anggota BRICS apabila melakukan dedolarisasi. Zulfikar menilai Trump sebagai pemimpin yang sering menindaklanjuti ucapannya dengan langkah konkret.

“Jika, AS memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut, tidak bisa dipungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah,” kata Zulfikar dalam keterangannya, Rabu (8/1/2025).

“Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS,” sambungnya.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira berharap dengan masuk BRICS, Indonesia tidak hanya fokus memperkuat hubungan dengan China. Menurutnya, Indonesia akan lebih diuntungkan jika dapat menjalin kerja sama ekonomi dengan negara-negara BRICS lainnya, seperti Brasil untuk kerja sama ekonomi restoratif, serta Afrika Selatan dalam pengembangan transisi energi bersih.

“Pemerintah sebaiknya tidak melihat BRICS hanya agenda China saja, tapi ada potensi besar dengan negara Brasil terkait ekonomi restoratif, hingga Afrika Selatan soal pengembangan transisi energi bersih. Jika terlalu pro-China maka keanggotaan Indonesia di BRICS sebenarnya sia-sia mereplikasi hubungan ekonomi dengan China yang sudah terlalu dominan,” katanya.

Di sisi lain, ia juga menilai aliansi BRICS tidak begitu memberikan keuntungan untuk Indonesia karena ekonomi China diproyeksikan akan melambat terutama pascakembali terpilihnya Donald Trump yang memicu proteksionisme dagang.

Tidak hanya itu, kekhawatiran ketergantungan yang semakin kuat pada China masih menghantui Indonesia.

Menurut Peneliti Celios Yeta Purnama, seharusnya Indonesia lebih gencar mendiversifikasi mitra secara bilateral untuk bertahan dari ketidakpastian ekonomi global di masa yang akan datang.

“Potensi kerja sama multilateral tentu akan menguntungkan tapi jika itu di circle yang sama, ketika ekonomi negara anggota yang mendominasi seperti China melemah, maka akan rentan berdampak pada stabilitas ekonomi di dalam negeri,” tutur Yeta.

Lebih lanjut, Celios memberikan catatan penting untuk Indonesia. Bergabung dengan BRICS bisa dikatakan berisiko terutama jika terlalu fokus pada China.

Untuk menghindari risiko itu, Indonesia perlu memainkan peran dalam mendorong kolaborasi di sektor-sektor strategis seperti sektor investasi dan pembangunan infrastruktur yang menyasar kebutuhan negara-negara berkembang, dan mengarahkan investasi kepada proyek yang bisa memperkuat kemandirian ekonomi negara-negara anggota.

Selaras dengan hal tersebut, Indonesia perlu memainkan peran untuk mendorong kerja sama investasi hijau (green invesment) negara anggota dengan mengembangkan pasar modal yang ramah lingkungan.

“Jika berbicara global South, sebetulnya urgensi utama yang tidak bisa diabaikan adalah dominasi investasi sektor ekstraktif. Jadi BRICS diharapkan juga menyoroti potensi kerja sama green investment untuk green growth dalam beberapa tahun mendatang,” jelas Yeta.

Baca juga: Indonesia Resmi Gabung BRICS, Istana Ungkap Alasannya

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +    =  5