Channel9.id, Jakarta – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad mengungkap sejumlah penyebab anjloknya daya beli masyarakat. Peningkatan beban yang ditanggung masyarakat jadi salah satu faktor utamanya.
Sebelumnya, Tauhid menyoroti beberapa hal yang jadi indikator anjloknya daya beli. Selain data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya deflasi beruntun sejak Mei hingga September 2024, ia juga melihat data Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang pada September 2024 anjlok ke zona kontraksi 49,2.
“Indikatornya sudah banyak. Kalau penyebabnya ini tentu karena beban masyarakat semakin tinggi. Pengaluaran untuk makanan, pendidikan, kesehatan, hingga pajak,” kata Tauhid, Jumat (4/10/2024).
Selanjutnya, ia menilai penurunan daya beli masyarakat terjadi karena adanya penurunan pendapatan. Hal itu terjadi karena beragam faktor, mulai dari angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tinggi hingga menurunnya pendapatan para pekerja sektor informal.
Seperti diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 52.993 tenaga kerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) per 1 Oktober 2024. Tauhid menilai, saat ini investasi padat modal cukup banyak mengalir di Indonesia. Namun, pada sektor padat karya terlihat menurun. “Tenaga kerja di bidang tekstil misalnya, ini ikan lagi hancur,” ujarnya.
Kucuran bantuan sosial (bansos) juga menurutnya tidak mampu menahan beban masyarakat. Terlebih, bansos juga tidak menjangkau kalangan menengah yang saat ini menurutnya juga mengalami penurunan daya beli. Menurutnya, kelas menengah saat ini juga perlu uluran tangan pemerintah. Namun, ia menilai bentuk bantuannya tidak tepat jika dilakukan dengan skema bantuan langsung tunai (BLT).