Opini

Ekonomi, Perang, dan Pemimpin (Bagian 2)

Oleh: Indra J. Piliang*

Channel9.id-Jakarta. Jelang 77 tahun usia TNI, apa yang hendak kita bingkai?77 tahun adalah usia institusi TNI. Namun, dari sisi keahlian di medan perang, usia itu tentu masih sangat muda. Hampir seluruh kerajaan atau kesultanan di nusantara, terutama yang berada di muara sungai, pinggi pantai, atau pulau, menerapkan wajib militer kepada penduduknya, baik laki-laki, atau perempuan. Tak heran, sabuk nusantara terlalu sulit ditundukkan oleh bangsa-bangsa Eropa. Keahlian dalam penggunaan senjata didapatkan, terutama, lewat pertalian dagang dengan Turki Utsmani. Senjata-senjata moderen didapatkan dari Turki Utsmani. Jung atau kapal-kapal raksasa, diperoleh dari China. Hanya teknologi mesiu yang jarang digunakan, walau mampu meluluh-lantakkan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, baik ketika melawan bangsa asing, atau digunakan bangsa asing.

Sehingga, keahlian bela diri dan penggunaan senjata, seyogianya dimiliki oleh seluruh anak-anak nusantara. Seperti Jepang sebelum Restorasi Meiji. Kaum Samurai bersenjatakan pedang, lalu meriam-meriam buatan Amerika Serikat, sebelum dilucuti oleh Togukawa. Restorasi mengangkat harkat dan martabat kalangan petani, pedagang, dan nelayan. Kaum samurai tak lagi menghamba kepada Daimyo (tuan-tuan tanah), tetapi langsung kepada Kaisar. Cara yang ditempuh Meiji relatif keji, yakni menempatkan keluarga kaum samurai di Istana Kaisar. Ketika ada Kaum Samurai yang memberontak bersama Daimyo, anak dan istrinya dipancung di alun-alun Istana Kaisar.

Bumi nusantara dalam sejarah perang demi perang, sama sekali tak mencatat banyak kekalahan terhadap bangsa asing. Sebaliknya, kemenangan demi kemenangan seakan menjadi postulat. Hanya kelicikan yang membuat sejumlah pahlawan ditangkap, mau Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, hingga Sultan Hassanudin. Atau, pengkhianatan dari dalam, setelah bangsa asing mengirimkan ahli tipu daya ke meja makan dan kamar tidur para pemimpin kerajaan atau kesultanan di masa masing-masing.

77 tahun usia TNI, seyogianya dipatri dengan cara menunjukkan minimal 77 kemenangan dalam sejumlah peperangan di masa lalu, bukan saja sejak Republik Indonesia diproklamasikan, tetapi ketika satu perlawanan atas penjajahan dilakukan oleh anak-anak negeri. Dengan narasi 77 kemenangan itu, bakal membentuk 77 model “Seni Perang Nusantara”. Yang bakal terlihat adalah bagaimana lekatnya tentara dengan rakyat, sehingga kemenangan bisa diraih.

Keahlian-keahlian ala local knowledge bakal meruap ke permukaan. Termasuk seni bela diri dengan tangan kosong atau senjata sejenis tombak, panah, kelewang, badik, mandau, rencong, rudus, parang, clurit, keris, golok, hingga sumpit. Jenis senjata itu menjadi bukti betapa bangsa Indonesia adalah kaum ksatria yang tak suka dengan mesiu. Pertarungan jarak dekat jauh lebih terhormat, ketimbang meledakkan bom terhadap pihak kombatan yang tentu saja bisa menjangkau kalangan sipil, terutama anak-anak, kaum perempuan, dan manusia lanjut usia.

Baca juga: Ekonomi Perang dan Pemimpin Nasional (Bagian 1)

Sejumlah latihan perang yang dilakukan TNI belakangan ini, atas nama Garuda Shield, sudah menunjukkan bagaimana arah kebijakan pertahanan ke depan. Indonesia lebih konsentrasi ke Lautan Pasifik, ketimbang Lautan Hindia sendiri yang berada di pantai Barat Sumatera. Dan itu berarti, Indonesia berada dalam mata rantai pertahanan yang seperahu sedayung dengan Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Australia, hingga Taiwan dan bahkan China sendiri. Masa kepemimpinan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa, lebih banyak mengarah kepada latihan demi latihan ini. Ketika ekonomi berada dalam sumbu api, antisipasi perang sudah ditunjukkan baik oleh TNI.

Tentu, langkah paling utama adalah menjadikan laut sebagai alutsista utama. Tan Malaka sudah lama mengingatkan, betapa tak ada satupun bangsa-bangsa besar di dunia sejak zaman sebelum Masehi hingga kini yang tak terhubung dengan laut. Daulat maritim seyogianya menjadi kurikulum prioritas, sebagai langkah restorasi bidang pertahanan dan aufklarung filsafat. Dengan daulat maritim, capaian merdeka 100% bakal lebih cepat diraih, ketimbang bersandar kepada model alutsista yang ikut serta kepada bekas-bekas penjajah.

Dirgahayu TNI!!!

*Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

61  +    =  68