Techno

FBI: Banyak Pelamar Kerja Palsu Pakai Deepfake

Channel9.id-Jakarta. Ada banyak orang yang menggunakan informasi curian dan video serta suara palsu untuk melamar pekerjaan. Demikian laporan Biro Investigasi Federal (FBI) kepada Pusat Pengaduan Kejahatan Internet baru-baru ini, dikutip dari Gizmodo, Kamis (30/6).

Untuk diketahui, sebagai upaya adaptasi dengan situasi pandemi COVID-19, berbagai perusahaan memberdayakan teknologi digital untuk merekrut karyawan baru. Mekanisme pelamaran hingga wawancara calon karyawan dilakukan secara jarak jauh, misalnya dengan menggunakan aplikasi konferensi video.

Menurut laporan FBI, banyak perusahaan yang mengeluhkan banyaknya pelamar pekerjaan yang menggunakan video, gambar, atau rekaman yang sudah dimanipulasi agar tampak seperti orang sungguhan. Para pelamar palsu ini juga menggunakan informasi pribadi orang lain—yang merupakan hasil curian—untuk melamar pekerjaan di perusahaan IT, pemrograman, database, dan perangkat lunak.

Laporan FBI itu juga mencatat bahwa berbagai posisi pekerjaan itu—terkait bidang IT—punya akses ke data sensitif milik pelanggan atau karyawan, serta info keuangan dan kepemilikan perusahaan. Berangkat dari ini, ada kemungkinkan pelamar palsu ingin mencuri informasi sensitif tersebut dan mencairkan gaji atas nama identitas palsu. Sayangnya, tak dijelaskan sudah berapa kali upaya itu berhasil dan tak berhasil, yang kemudian ditangkap dan dilaporkan.

Masih menurut laporan FBI, pelamar palsu itu tampaknya menggunakan teknik “spoofing” suara selama wawancara online—di mana gerakan bibir tak sesuai dengan apa yang dikatakan ketika panggilan video. Rupanya, “spoofing” itu tampak jelas ketika orang yang diwawancarai batuk atau bersin.

Sebagai informasi, FBI termasuk di antara sejumlah agen federal yang pada Mei lalu memperingatkan perusahaan terkait adanya aktor yang bekerja untuk pemerintah Korea Utara. Pelamar palsu itu menawarkan pekerjaan jarak jauh untuk posisi di bidang IT. Dalam kasus tersebut, pelamar palsu sering menawar pekerjaan kontrak melalui situs seperti Upwork atau Fiverr, dengan menggunakan data diri palsu. Didapati bahwa sejumlah pelamar palsu bekerja di beberapa lapisan perusahaan, sehingga lebih sulit untuk membedakan identitas mereka.

Menurut Gizmodo, video yang menggunakan deepfake memang sering kali menampilkan suara palsu yang tak sesuai dengan gerakan mulut pembicara. Namun, tetap saja, tak mudah untuk memastikan apakah video palsu atau tidak. Apalagi jika memang tak berniat untuk mencarinya.

Kecerdasan buatan (AI) yang dibuat untuk mendeteksi deepfake pada video punya akurasi 30%—97%, menurut laporan para peneliti dari Carnegie Mellon University. Selain itu, ada beberapa cara lain untuk mendeteksi video palsu—misalnya secara manual oleh manusia. Seseorang bisa gangguan visual tertentu, seperti bayangan yang tak sesuai dengan sebagaimana mestinya atau tekstur kulit yang tampaknya tak akurat.

Lebih lanjut, FBI meminta perusahaan yang mencurigai pemohon palsu untuk melaporkannya ke situs pusat pengaduan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

11  +    =  18