Channel9.id-Jakarta. Hakekat cinta itu tak terbatas. Cinta melintasi batas budaya dan tradisi keluarga. Demikian yang mengemuka dari film terbaru produksi PT Produksi Film Negara (Persero) atau PFN, berjudul ‘Menuju Pelaminan’.
Mengambil latar Yogyakarta hingga Padang, film drama komedi romantis ini menampilkan kisah cinta yang manis sekaligus menegangkan, lengkap dengan keindahan budaya Indonesia yang jarang terlihat di layar lebar.
Disutradarai oleh Yuda Kurniawan, yang sebelumnya dikenal lewat dokumenter puitis Nyanyian Akar Rumput, film ini menjadi ajang pembuktian Yuda dalam menyutradarai karya fiksi.
Dengan sentuhan khasnya yang peka pada isu sosial, Yuda menyajikan cerita keluarga yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, tapi dibalut dalam komedi romantis yang ringan dan menghibur.
Kisah Menuju Pelaminan berpusat pada Fajar (Bhisma Mulia) dan Rahma (Maizura), pasangan yang siap mengikat janji suci. Namun, cinta mereka bukan sekadar soal dua hati, tapi juga soal dua budaya besar yang berbeda.
Fajar berasal dari keluarga Jawa, sementara Rahma tumbuh dalam tradisi Minangkabau. Perbedaan ini, yang semula dianggap bisa dipersatukan lewat cinta, justru memicu gesekan antar keluarga ketika persiapan pernikahan dimulai.
Situasi makin pelik saat sang kakek bersikeras ikut hadir di akad nikah. Demi memenuhi keinginan tersebut, keluarga Fajar akhirnya melakukan perjalanan darat sepanjang 1.859 km dari Jogja menuju Padang dengan mobil van tua.
Apa yang awalnya direncanakan sebagai perjalanan dua hari berubah menjadi road trip empat hari yang penuh drama: dari pertengkaran dan konflik, hingga momen-momen kebersamaan yang mengharukan.
Di balik perjalanan itu, film ini menghadirkan pertanyaan sederhana tapi mendalam: apakah cinta benar-benar cukup untuk membawa mereka sampai ke pelaminan?
Lebih dari sekadar kisah cinta, film Menuju Pelaminan menjadi medium untuk merayakan kekayaan budaya Indonesia. Penonton akan diajak melihat langsung adat pernikahan Jawa dan Minang, detail arsitektur tradisional, hingga lanskap indah dua kota budaya: Yogyakarta dan Padang Pariaman.
Yang membuat film ini semakin istimewa adalah penggunaan virtual production by V2 Indonesia, sebuah teknologi sinema modern yang masih jarang digunakan untuk genre komedi romantis. Dengan teknik ini, pengalaman menonton terasa lebih imersif, menyatukan realitas dan imajinasi dalam satu layar.
“Menuju Pelaminan bukan hanya tentang cinta, tapi juga tentang perjalanan lintas budaya yang menggambarkan dinamika keluarga Indonesia. Visual Yogyakarta dan Padang kami pilih untuk memperkuat cerita sekaligus mengangkat potensi pariwisata di sana,” ujar Dirana Sofiah, Project Leader Indonesia Film Financing (IFF) PFN sekaligus produser Film Menuju Pelaminan.
Film ini merupakan hasil kolaborasi PFN dengan Rekam Films, serta mendapatkan dukungan mitra internasional Little Green White dan One Light Holdings dari Singapura. Proyek ini sendiri terpilih melalui program Indonesia Film Financing (IFF) PFN, setelah melewati seleksi ketat dari lebih dari 100 proposal.
Kolaborasi ini menegaskan ambisi PFN untuk menghadirkan film Indonesia dengan kualitas produksi global.
“Kisah cinta lintas budaya ini adalah sesuatu yang universal. Siapa pun bisa relate, entah sebagai anak, pasangan, atau bagian dari keluarga besar,” tambah Yuda Kurniawan.
Selain Bhisma Mulia dan Maizura yang menjadi pasangan utama, Menuju Pelaminan juga diperkuat oleh nama-nama besar seperti Cut Mini, Derry Oktami, Whani Darmawan, Brilliana Arfira, Bambang Ghundul, Dyah Mulani, Susilo Nugroho, M.N. Qomarrudin, dan Joanna Dyah. Kehadiran mereka memberi warna dalam menghadirkan dinamika keluarga yang hangat, seru, dan penuh humor.
Proses produksi film ini dimulai sejak November 2024. Setelah melalui perjalanan panjang, Menuju Pelaminan siap hadir di bioskop seluruh Indonesia mulai 16 Oktober 2025.
Pada akhirnya, Menuju Pelaminan bukan hanya film tentang dua orang yang ingin menikah. Ia adalah refleksi tentang bagaimana cinta diuji oleh tradisi, keluarga, dan perjalanan yang tak pernah mulus.
Dengan pendekatan yang ringan, hangat, dan penuh tawa, film ini diharapkan mampu menyentuh penonton lintas usia, sekaligus memperkenalkan kembali keindahan budaya Indonesia kepada dunia.
Kontributor: Akhmad Sekhu