Channel9.id – Jakarta. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menolak kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang mengirim siswa dianggap nakal ke barak militer. FSGI mendesak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti untuk menghentikan kebijakan tersebut.
“Kami meminta Menteri Pendidikan Dasar Menengah agar segera mengambil tindakan dengan menghentikan pengiriman siswa nakal ke barak militer di Jawa Barat. Karena kegiatan ini tidak memiliki landasan psikologis dan pedagogik yang jelas,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung dalam keterangan tertulis, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, kebijakan tersebut tidak memiliki perencanaan aksi yang jelas, tidak berbasiskan data, kajian, dan pengalaman pihak lain. Ia mencontohkan pendidikan di Sekolah Taruna Magelang yang memiliki kurikulum jelas, sebagaimana sekolah umum lainnya, dan dididik oleh para guru berkualitas.
Namun, kata Fahriza, tidak ada dokumen yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kebijakan Dedi Mulyadi tersebut. Dokumen yang beredar selama ini hanya berupa Surat Edaran Gubernur terkait dengan Pembangunan Pendidikan di Jawa Barat melalui Gapura Panca Waluya.
“FSGI mendorong Kemendikdasmen segera melakukan monitoring dan evaluasi terkait pendidikan di Barak militer yang sudah berjalan. FSGI mendorong Itjen Kemendikdasmen untuk melakukan audit dan pengawasan terhadap program pendidikan di barak militer yang sedang berjalan,” jelas Fahriza yang juga Kepala SMK di Sumatera Utara.
Ketua Umum FSGI Fahmi Hatib menyatakan pihaknya mendorong Kemendikdasmen untuk mengambil langkah tegas sesuai kewenangannya sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 188 Tahun 2024. Dalam aturan ini, Kemendikdasmen diwajibkan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap urusan pendidikan.
FSGI juga mendorong pihak-pihak terkait di pendidikan dan perlindungan anak untuk melakukan penelitian sederhana dengan mewawancarai sekolah yang bekerja sama dengan TNI dan Polri dalam kegiatan LDKS dan Kepramukaan.
Kemudian, pengecekan hubungan kerja sama dengan jumlah anak nakal di sekolah tersebut, pembuatan konsep penanganan anak nakal di sekolah, sehingga sekolah memiliki pegangan, melihat fakta selama ini yaitu penanganan anak nakal itu hanya urusan BK dan kesiswaan, dan perluasan kerja sama penanganan anak nakal, mendorong kerja sama sekolah dengan pihak lain membina anak nakal.
Selain itu, FSGI juga mendorong sekolah memiliki konsep acuan penanganan anak nakal yang jelas.
“FSGI menilai TNI bukan satu-satunya instansi yang bisa diajak kerja sama dalam pembinaan kesiswaan, banyak instansi yang akan dilibatkan seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPAPP), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Kwarcab Pramuka, BNN, Kepolisian dan instansi terkait lainnya. Jadi sekolah tetap menjadi pusat pembelajaran dan pembinaan kesiswaan,” kata Fahmi yang juga sekaligus Kepala SLBN Kabupaten Bima.
Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan, sudah ada Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). Melalui peraturan ini, anak-anak yang terlibat kekerasan ditangani secara komprehensif dengan melibatkan instansi terkait di luar sekolah, seperti Dinas Sosial dan Dinas PPAPP selain sekolah dan Dinas Pendidikan setempat.
“Artinya penanganannya memang harus dilakukan bersama dengan pemerintah daerah. Ini yang harus diperkuat perannya di daerah,” ujar Retno.
FSGI juga mengajak semua pihak untuk menggunakan peraturan perundangan dalam penanganan siswa bermasalah di sekolah, termasuk peran orangtua dalam pengasuhannya.
“Pemerintah daerah harus memiliki program penguatan ketahanan keluarga dan Pemda harus memperbanyak pesikolog keluarga dalam membangun kesehatan mental anak dan orangtua,” ucap Retno.
Baca juga: FSGI: Pelajar Miliki Hak Demontrasi, Tak Boleh Dihalangi dan Ditangkap
HT