Channel9.id-Jakarta. Studi terbaru menemukan bahwa polusi udara jangka panjang memperbesar resiko meninggal, bagi seseorang yang terinfeksi virus Corona.
Kesimpulan itu berdasarkan pengamatan tim peneliti dari Harvard T.H. Chan School of Public Health terhadap negara berpolusi tinggi, di mana potensi kematian akibat Covid-19 meningkat. Mereka menganalisis tingkat materi partikel halus di setiap wilayah di Amerika Serikat (AS) dari 2000 hingga 2016.
Yang dimaksud materi partikel ialah campuran zat padat dan cair yang ditemukan di udara. Di areal ini ditemukan partikel debu, kotoran, dan asap. Pun ada partikel yang sangat kecil dan bisa terhirup, namun tidak bisa dilihat oleh mata–biasa disebut PM 2,5, karena ukurannya 2,5 mikrometer atau lebih kecil. Partikel ini bisa masuk ke dalam paru-paru.
Selain itu, studi ini pun menyimpulkan, yang dimaksud tingkat polusi udara tinggi ialah tingkat partikel halus (PM 2,5) di atas 13 mikrogram per meter kubik udara.
Sebagai informasi, berdasarkan IQ Air, tingkat PM2,5 di Jakarta pada hari ini (8/4), mencapai 21,5 mikrogram per meter kubik udara. Artinya, Jakarta termasuk wilayah dengan polisi tingkat tinggi.
Peneliti lalu membandingkan peta polusi udara di AS dengan jumlah kematian Covid-19 hingga 4 April. “Kami menemukan bahwa peningkatan hanya 1 gram per meter kubik dalam partikel halus di udara dikaitkan dengan peningkatan 15 persen tingkat kematian (akibat) Covid-19,” ujar peneliti Francesca Dominici.
Selain itu ditemukan bahwa polusi udara jangka panjang berisiko memicu Covid-19 muncul dengan gejala parah. “Hasilnya menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara meningkatkan kerentanan untuk mengalami hasil Covid-19 yang paling parah,” ujarnya.
Temuan tersebut tetap kuat kendati peneliti memasukkan faktor sosial ekonomi, demografi, dan cuaca, serta kesehatan. Lantas peneliti menyarankan agar pemerintah di daerah dengan polusi udara tinggi bisa menyiapkan sistem perawatan untuk kasus Covid-19 yang parah.
Kendati penelitian di AS, para ahli menilai penelitian ini bisa jadi acuan global. “Saya pikir secara keseluruhan bahwa paparan jangka panjang PM 2,5 meningkatkan risiko atau kematian Covid-19 mungkin dapat digeneralisasikan ke skala global,” terang ahli kesehatan lingkungan UCLA, Yifang Zhu.
(Lh)