Channel9.id – Jakarta. Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyoroti pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dinilai berpotensi melemahkan profesionalitas prajurit. Mereka menegaskan bahwa revisi tersebut dapat mengancam prinsip supremasi sipil dalam pemerintahan yang demokratis.
Mereka menilai, Reformasi 1998 membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk pemisahan TNI dan Polri serta penghapusan Dwifungsi ABRI. Langkah ini bertujuan menempatkan TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan tanpa keterlibatan dalam politik kekuasaan.
“Hari-hari ini, prinsip supremasi sipil sebagai pilar utama pemerintahan yang demokratis terancam tercederai. Pembahasan revisi UU TNI antara Pemerintah dengan DPR RI ditengarai menjauh dari amanat reformasi yaitu prajurit yang profesional dan tunduk kepada otoritas sipil dalam pemerintahan yang konstitusional,” demikian dikutip dari siaran pers Gerakan Nurani Bangsa, diterima Rabu (19/3/2025).
Menurut GNB, dinamika dalam proses pembahasan RUU TNI menjadi alarm bagi tata kelola pemerintahan demokratis karena akan berdampak pada berkurangnya keterlibatan sipil dalam pengerahan TNI, penyusunan anggaran, dan pembangunan kekuatan pertahanan. Selain itu, bisa menimbulkan penggunaan kapasitas TNI di luar fungsi dan kewenangan yang ditetapkan dalam undang-undang.
“Penempatan anggota TNI aktif ke dalam institusi sipil justru akan melemahkan profesionalitas TNI. TNI menjadi tidak fokus dengan fungsi utama dan tugas pokoknya sebagai alat negara di bidang pertahanan, sesuai amanah konstitusi,” ujar GNB.
Mereka juga menyoroti perbedaan budaya organisasi antara militer dan sipil yang dapat berdampak pada demokrasi. Militer beroperasi dengan sistem komando yang ketat, sementara tradisi sipil mengutamakan argumentasi dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.
“Watak khas yang positif bagi organisasi militer itu, di institusi sipil justru akan membunuh demokrasi. Hal tersebut tidak hanya menghilangkan partisipasi publik, tapi juga berpotensi melanggar HAM dalam menata kehidupan bersama,” jelas GNB.
Lebih lanjut, GNB mengingatkan bahwa TNI dan DPR harus menjaga kepercayaan rakyat dengan tetap berpegang pada amanat reformasi. Mereka menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 serta Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran POLRI.
“Pemerintah dan DPR tidak boleh menyusun Undang-Undang yang menyimpang dari amanah UUD 1945 dan Ketetapan MPR tentang Pemisahan TNI dan POLRI serta Peran TNI dan Polri,” tandas GNB.
Adapun GNB terdiri beberapa tokoh di antaranya Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, A. Mustofa Bisri, M. Quraish Shihab, Mgr Ignatius Kardinal Suharyo, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Bhante Sri Pannyavaro Mahathera , Pdt Jacky Manuputty, Erry Riyana Hardjapamekas, Karlina Rohima Supelli, Pdt Gomar Gultom, Franz Magniz Suseno SJ, A Setyo Wibowo SJ, Ery Seda, Laode Muhammad Syarif, Lukman Hakim Saifuddin, Alissa Q Wahid, dan Pdt Darwin Darmawan.
Baca juga: Tok! DPR Setuju RUU TNI Dibawa ke Rapat Paripurna
HT