Channel9.id – Bali. Calon Gubernur Bali 2024 nomor urut 2 Wayan Koster dikenal sebagai sosok yang memberikan perhatian besar pada sektor pariwisata selama menjabat sebagai Gubernur Bali periode 2018-2023.
Selama masa kepemimpinannya itu, Koster memperkenalkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk memajukan pariwisata Bali secara berkelanjutan, salah satunya adalah penerapan konsep Green Hotel yang berfokus pada pelestarian budaya dan lingkungan.
Koster mendorong kebijakan ramah lingkungan, termasuk konsep “green hotel” sebagai bagian dari upaya mencapai Bali Net Zero Emission 2045. Koster menekankan pentingnya harmonisasi antara pembangunan pariwisata dan kelestarian lingkungan Bali, dengan fokus pada pengurangan emisi karbon dan penggunaan energi terbarukan di sektor pariwisata.
Konsep tersebut sejalan dengan langkah strategis Bali untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mempromosikan kemandirian energi bagi hotel-hotel di Bali, sehingga bisa menarik wisatawan yang peduli lingkungan.
Selain itu, kebijakan Wayan Koster terkait pelarangan penggunaan plastik sekali pakai melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 juga menjadi langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan mendukung pariwisata berkelanjutan. Inisiatif ini mengundang perhatian internasional, karena sejalan dengan gerakan global untuk mengurangi sampah plastik, menjadikan Bali sebagai contoh dalam penerapan kebijakan ramah lingkungan.
Hotel-hotel besar di Bali, seperti Marriott dan The Apurva Kempinski, turut mendukung kebijakan Koster dengan berkolaborasi dalam penggunaan produk lokal serta mengurangi jejak karbon melalui program-program ramah lingkungan di sektor pariwisata.
Konsep Green Hotel ini mendorong hotel-hotel di Bali untuk mengintegrasikan elemen budaya Bali dan praktik ramah lingkungan dalam operasional mereka. Dengan langkah ini, Koster berusaha memastikan bahwa pariwisata tidak hanya menjadi penggerak ekonomi, tetapi juga alat untuk melestarikan kekayaan budaya dan lingkungan Bali yang unik.
Pengamat kebijakan publik IBK Narayana menilai kebijakan Koster ini sangat relevan untuk menjaga identitas Bali di tengah arus globalisasi.
“Pertama, bahwa semua hotel itu memajukan kebudayaan yang berkelanjutan. Artinya, mereka harus memakai pakaian adat pada hari Kamis, memakai aksara Bali, dan memakai arsitektur Bali. Kalau pertunjukan-pertunjukan itu harus Bali. Karena itu adalah jati diri Bali dan nilai dari kebudayaan Bali itu sendiri,” ujar Narayana saat ditemui di Kabupaten Gianyar, Bali, pekan lalu.
Nara menyoroti salah satu pilar dari kebijakan Green Hotel, yakni pemaksimalan ekonomi lokal. Koster, melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 Tahun 2018, mewajibkan hotel, restoran, dan kafe di Bali untuk mengutamakan pembelian produk-produk lokal, seperti pangan dan kerajinan tangan.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk memberdayakan UMKM di Bali serta memastikan bahwa keuntungan dari sektor pariwisata tidak hanya dinikmati oleh pelaku usaha besar, tetapi juga oleh masyarakat lokal.
“Pak Koster sudah mengeluarkan Pergub Nomor 99 Tahun 2018 yang mewajibkan retail, hotel, restoran, kafe, untuk membeli pangan dan handcraft lokal,” ungkapnya.
Kebijakan ini sejalan dengan visi Ekonomi Bali Berdikari yang dicanangkan Koster untuk membangun kemandirian ekonomi Bali melalui optimalisasi potensi lokal. Dengan memperkuat sektor UMKM, khususnya di bidang 4P (peternakan, perkebunan, pertanian, dan perikanan), Koster berharap ekonomi lokal Bali dapat tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.
Selain itu, Koster juga berfokus pada pengembangan pariwisata berbasis budaya. Dalam beberapa tahun terakhir, Bali telah menjadi magnet bagi wisatawan yang mencari pengalaman budaya otentik. Koster melihat potensi ini dan mendorong hotel-hotel serta destinasi wisata untuk lebih banyak menampilkan budaya Bali, seperti pertunjukan tari tradisional, arsitektur khas Bali, serta penggunaan pakaian dan bahasa daerah.
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, Koster berusaha menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya Bali. Pariwisata budaya dinilai sebagai salah satu bentuk pariwisata yang paling berkelanjutan karena tidak hanya menghasilkan pendapatan, tetapi juga melibatkan masyarakat lokal dalam pelestarian tradisi mereka.
“Dengan kebijakan ini saya harapkan bahwa secara bisnis itu bisa lebih diterima. Jadi misalnya buah-buahan organik, sayuran organik, itu lebih bisa diterima oleh hotel daripada dengan yang tidak. Jadi dengan cara meningkatkan daya saing dari UMKM,” jelas Nara.
HT